Apa yang Anda bayangkan bila mendengar kata �tempat sampah�? Jorok, menjijikkan dan tidak sehat! Yah, begitulah imajinasi kebanyakan kita. Terlebih bila membayangkan tentang Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) alias pusat terbuangnya sampah-sampah.
Dahulu TPA memang disingkat Tempat Pembuangan Akhir, namun sejak Pemerintah menerbitkan UU No 18 tahun 2008, definisi itu berubah menjadi Tempat Pemrosesan Akhir.
Regulasi ini sekaligus mengubah paradigma dari sekadar pembuangan sampah menjadi sebuah sistem pengolahan berkelanjutan dan adanya larangan pengoperasian TPA secara terbuka. TPA yang ada saat ini minimal dioperasikan secara lahan urug terkendali (controlled landfill).
Sayangnya, belum semua kota atau kabupaten membenahi TPA nya sebaik mungkin sesuai standar yang ada. Sebagian besar kota dan kabupaten di Indonesia memiliki TPA yang masih dioperasikan secara terbuka atau open dumping.
Padahal, sistem open damping memiliki risiko dan dampak cukup besar bagi warga sekitar TPA antara lain polusi udara, risiko penyakit infeksi saluran pernafasan dan lainnya.
Wajar bila banyak daerah di Indonesia, kini belajar pada TPA Talangagung Kabupaten Malang Jawa Timur. TPA ini sangat inovatif karena sistem pengelolaan sampahnya sudah sangat ramah lingkungan.
Bayangkan saja, warga seitar tidak lagi menghirup bau menyengat akibat sampah. Bahkan warga sekitar telah mendapatkan manfaat besar dari keberadaan TPA, diantaranya sampah organiknya diolah menjadi biogas yang dimanfaatkan sebagai alternatif pengganti elpiji.
Berikut 3 inovasi di TPA Talangagung yang membuatnya istimewa dan mencengangkan. Daerah lain layak belajar banyak dari TPA ini agar pemrosesan sampah memberi manfaat besar bagi masyarakat.
Menggunakan sistem controlled landfill
Tidak seperti TPA lainnya yang masih open dumping, di TPA Talangagung telah dikelola dengan mengikuti topografi dan struktur geologi setempat sampai mencapai ketinggian sekitar 2 meter.
Setelah itu, ditutup dengan tanah atau terpal biodegradable yang bisa terurai, sehingga memungkinkan penguraian sampah berjalan efektif. Mekanisme seperti itu terus dilakukan secara berulang sampai cekungan penuh dan menjadi lahan urug terkendali alias controlled landfill.
Area TPA bahkan sudah dibagi dalam 3 zona. Pertama, zona pasif yakni area yang sudah penuh dan telah ditutupi lapisan tanah sehingga memungkinkan untuk ditanami pepohonan dan menjadi area hijau atau lokasi wisata.
Kedua, zona penyangga yakni wilayah yang dipenuhi beberapa jenis tanaman seperti sayur dan bunga-bunga yang berfungsi sebagai penyeimbang dan zona aktif. Ketiga, zona aktif atau zona khusus untuk mengolah sampah.
Di sini, sampah-sampah ditumpuk, dipadatkan dan ditimbun di tanah untuk memungkinkan terjadinya proses fermentasi anaerob.
Telah menghasilkan energi terbarukan
Sekarang ini, limbah sampah di TPA Talangagung telah mampu menghasilkan listrik dengan kapasitas 500 hingga 750 watt. Genset di TPA ini juga memanfaatkan bahan bakar sampai yang mencapai daya 5000 watt.
TPA Talangagung merupakan TPA terpadu yang telah memilah sampah organik dan anorganik sebanyak 125 meter kubik. Tidak hanya itu, di TPA ini dilengkapi pengolahan air lindi.
Air lindi tersebut dinetralkan dan dialirkan kembali ke TPA untuk menjaga kelembaban sampah yang masih mengalami fermentasi anaerob. Proses inilah yang menghasilkan gas metana sebagai pembangkit listrik dan gas elpiji.
Terdapat ruang wisata edukasi
Inovasi di TPA Talangagung juga dilakukan berbasis partisipatif yakni dengan melakukan transformasi pengetahuan lingkungan. Ruang edukasi warga ini sekaligus sebagai bagian dari fasilitas dalam program wisata edukasi yang ada.
Pihak terkait mengajak masyarakat untuk memilah sampah. Dengan demikian, pengunjung yang datang dapat memperoleh pengalaman menarik tentang cara memperlakukan sampah secara benar.
Melalui program ini, Pemkab Malang telah menerima penghargaan inovasi pelayanan publik tahun 2015 lalu dari Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Inovasi terus dilakukan untuk memberi nilai manfaat bagi warga di sekitarnya.
Semoga praktik cerdas ini menginspirasi daerah dan kota lainnya di Indonesia.
Sumber: Klikhijau.com