Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersiap menerapkan redistribusi guru dalam waktu dekat. Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Supriano menjelaskan tujuan dari program zonasi yang paling utama adalah hilangnya cap sekolah favorit di masyarakat.
Menurut Supriano, sistem zonasi akan mengubah penyebaran guru di dalam satu zona. Guru dalam satu sekolah akan dikategorikan menjadi empat.
"Kami kategorikan menjadi empat kategori: guru PNS yang sudah bersertifikasi dan yang belum; Guru honorer yang berserfitikasi dan yang belum," kata Supriano
Guru bersertifikasi yang dinilai memiliki kompetensi baik, akan didistribusikan ke sekolah yang kekurangan guru bersertifikasi dalam satu zona. Supriano menjamin mutasi guru itu tak lebih dari 10-15 km dari sekolah asal karena notabene berada dalam satu kabupaten/kota.
Guru yang sudah dimutasi juga belum tentu akan tetap tinggal di sekolah tersebut dalam waktu lama. Sebab, Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) bisa saja memutuskan bahwa satu sekolah lebih membutuhkan guru tersebut melihat hasil Ujian Nasional sekolahnya.
Namun, Supriano mengatakan pihaknya masih akan melakukan rapat koordinasi bulan depan dengan pemerintah kabupaten dan kota untuk sinkronisasi dan menerima masukan mengenai jumlah zona dalam satu kabupaten.
"Kami konfirmasi dengan kabupaten/kota dulu sudah pas atau belum karena mereka yang lebih tahu detail," ujarnya.
Selain itu, sistem ini juga digunakan untuk zonasi pelatihan guru agar lebih sesuai dengan kebutuhan di zona tersebut. Hal ini karena Kemendikbud meyakini kebutuhan kompetensi guru di setiap zona akan berbeda-beda.
"Pelatihan guru pun dengan sistem zonasi nanti yang melakukan MGMP untuk mata pelajaran nanti akan kelihatan ke depannya pelajaran apa yang kurang," kata Supriano.
Mendikbud Muhadjir Effendy sebelumnya mengatakan bahwa pemerintah daerah yang tak menjalankan zonasi guru akan dijatuhi sanksi.
"Saya sedang bicara dengan Menteri Keuangan. Nanti ada sistem reward (hadiah) dan punishment (sanksi) bagi daerah yang tidak melakukan peraturan itu," kata Muhadjir di Kemendikbud, Jakarta, pada Rabu (29/8).
Namun Supriano optimis sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), para guru akan mengikuti undang-undang untuk bersedia dikirim ke sekolah yang membutuhkan.
Tantangan zonasi sekolah
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi menilai bahwa jumlah guru di daerah tidaklah memadai untuk implementasi sistem ini. Jika jumlah guru kurang, dia mempertanyakan guru mana yang akan dibagi ke sekolah.
"Ini tidak semudah apa yang ada dalam pikiran karena guru yang ada sekarang itu kurang, apa yang mau diredistribusi? Konsep itu kalau di lapangan susah dilakukan," ungkapnya.
Akan tetapi Supriano mengatakan zonasi justru akan menjawab kebutuhan guru di daerah. Dengan sistem tersebut, ia mengklaim pemetaan kekurangan guru yang ada di sekolah beserta kompetensinya akan lebih mudah dilakukan dan disampaikan ke Kemenpan RB.
"Nah itu kita harus mendorong untuk rekrutmen guru. Setelah diredistribusikan di zona maka akan kelihatan apa yang kurang," ujarnya.
Di sisi lain, Unifah menyebut bahwa sistem zonasi guru akan sulit karena guru, meskipun direkrut sebagai ASN, merupakan kewenangan pemerintah daerah. Sehingga, akan sulit memutasi guru dari satu tempat ke tempat lain kecuali wewenang itu ditarik ke pusat.
"Menurut saya, pemerintah daerah punya kewenanagn masing-masing, jadi selama guru tidak dapat ditarik ke pusat maka tidak terlampau banyak yang bisa dilakukan oleh kementerian," tambah Unifah.
Supriano tak mau memberikan komentar mengenai pendapat Unifah tersebut.
Selain terhadap guru, zonasi sebelumnya sudah diterapkan untuk Penerimaan Peserta Didik Baru selama dua tahun terakhir. Zonasi juga akan digunakan untuk sharing sarana prasana atau infrastruktur sekolah misalnya seperti lab dalam satu wilayah yang sama.
Sumber : https://www.cnnindonesia.com