Polisi berhasil membongkar sindikat pengoplos gas bersubsidi di kawasan Meruya Utara, Kembangan, Jakarta Barat, pada Selasa (6/4/2021).
Sindikat tersebut memindahkan isi tabung gas elpiji 3 kilogram (kg) yang disubsidi oleh pemerintah ke dalam tabung gas 12 kg non subsidi.
Aktivitas sindikat yang beroperasi sejak tahun 2018 ini merugikan negara sebanyak Rp 7 miliar, seperti dilansir dari Wartakotalive.com.
Beroperasi di tiga tempat
Kasubdit I Dittipidter Bareskrim Polri Kombes Muhammad Zulkarnain mengatakan, polisi meringkus dua tersangka dalam kasus ini, yakni DF dan T.
Keduanya mengoperasikan tiga tempat untuk mengoplos tabung gas subsidi.
"Di Meruya ini ada tiga tempat kejadian perkara (TKP) yang masuk penyalahgunaan gas bersubsidi, dari tabung gas 3 kg dipindahkan ke tabung gas 12 kg," ujarnya.
Dalam pengungkapan tersebut, polisi menemukan 1.372 tabung gas elpiji 3 kg yang hendak dioplos.
Selain itu, ada pula 307 tabung gas 12 kg dan 100 selang regulator yang berfungsi memindahkan isi gas 3 kg ke tabung gas yang lebih besar.
Dalam aksinya, para pelaku menggunakan delapan kendaraan roda empat dan empat kendaraan roda dua untuk mendistribusikan gas oplosan.
"Para pelaku mengaku sudah melakukan kegiatan ini dari tahun 2018. Tapi keterangan ini masih akan kami cross check lagi, baik dengan masyarakat sekitar maupun kepada saksi-saksi yang lain," jelasnya.
Polisi juga tidak menutup kemungkinan ada lokasi lain yang digunakan para sindikat dalam melancarkan aksinya.
Rugikan negara hingga Rp 7 miliar
Menurut hitungan polisi, sindikat tersebut sudah merugikan negara hingga Rp 7 miliar.
Para pengoplos gas ini biasanya mencari keuntungan dari selisih harga antara gas 12 kg dan 3 kg yang cukup jauh.
Isi gas 3 kg yang harganya lebih murah karena disubsidi dipindahkan ke tabung 12 kg yang dijual dengan harga pasaran.
"Kalau yang 12 kg itu Rp140.000 per buah. Sedangkan yang 3 kg Rp 17.000 per buah. Jadi satu tabung biru ini diisi empat tabung melon (3 kg)," terangnya.
Sehingga keuntungannya bisa mencapai Rp 72.000 per tabung.
Akibat perbuatannya, kedua pelaku dikenai Pasal 8 Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan Pasal 53 Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang Migas.
Ancaman hukumannya mencapai 5 tahun penjara dan denda maksimum Rp40 Miliar.