Pakar HAM PBB menuding ada ancaman pelanggaran HAM pada proyek pariwisata Mandalika senilai USD 3 miliar di pulau Lombok. Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) menolak tudingan tersebut.
"Pemerintah Republik Indonesia menolak rilis pers oleh beberapa Pemegang Mandat Prosedur Khusus (SPMH), yang berjudul "Indonesia: Pakar PBB mengingatkan adanya ancaman HAM pada proyek pariwisata senilai USD 3 miliar" pada 31 Maret 2021," tulis PTRI dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/4/2021).
PTRI menilai ada yang salah dalam tudingan pakar HAM PBB tersebut. PTRI menyebut narasi pelanggaran HAM tersebut berlebihan.
"Sayangnya, rilis berita tersebut salah mengartikan kasus sengketa hukum yang terkait dengan penjualan tanah, memasukkannya ke dalam narasi palsu dan hiperbolik dengan menempatkan "... komitmen terpuji Indonesia terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan kewajiban hak asasi manusia yang mendasarinya untuk diuji"" ungkapnya.
PTRI menjelaskan, pada tingkat nasional, Indonesia telah mengarusutamakan SDGs dalam kebijakan perencanaan pembangunan nasional. Pada saat yang sama, Indonesia juga telah menjalani dua tinjauan nasional sukarela atas pelaksanaan SDGs, dan saat ini sedang mempersiapkan tinjauan nasional sukarela ketiga yang dijadwalkan akhir tahun ini.
PTRI mengatakan komitmen yang kuat ini sekali lagi membuktikan bahwa Indonesia tidak berniat memperlambat lintasan nasional menuju pencapaian SDGs. Maka dari itu, tudingan tersebut dianggap muncul karena tidak ada dialog.
"Siaran pers tersebut di atas merupakan indikasi dari praktik SPMH yang telah banyak mendapat kritik dari banyak Negara Anggota PBB, yaitu kurangnya kesediaan dari pihak pemegang mandat terkait untuk melakukan dialog yang konstruktif dengan negara yang bersangkutan mengenai suatu isu yang mereka hadapi," jelasnya.
Sebelumnya, pakar HAM PBB mengingatkan soal ancaman pelanggaran HAM pada proyek pariwisata Mandalika senilai USD 3 miliar di pulau Lombok. Proyek ini dinilai telah menimbulkan perampasan tanah yang agresif, penggusuran paksa terhadap Masyarakat Adat Sasak, dan intimidasi serta ancaman terhadap pembela hak asasi manusia.
"Para petani dan nelayan terusir dari tanah yang mereka tinggali, serta rumah, ladang, sumber air, peninggalan budaya serta situs religi mereka mengalami perusakan karena Pemerintah Indonesia dan ITDC (Indonesia Tourism Development Corporation) akan menjadikan Mandalika sebagai 'Bali Baru'," kata Olivier De Schutter, UN Special Rapporteur (Pelapor Khusus) untuk kemiskinan ekstrim dan HAM dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/4/2021).
De Schutter mendesak pemerintah Indonesia untuk memastikan ITDC menghormati HAM dan proses hukum dalam proyek ini.
"Kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa ITDC menghormati hak asasi manusia dan hukum yang berlaku, serta kepada AIIB dan perusahaan swasta untuk tidak mendanai ataupun terlibat dalam proyek dan kegiatan yang berkontribusi pada pelanggaran dan kekerasan terhadap hak asasi manusia," ungkapnya.
Untuk diketahui, Mandalika terletak di kawasan miskin di Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan direncanakan akan diubah menjadi kompleks pariwisata terintegrasi yang terdiri dari sirkuit balap motor Grand Prix, taman, serta hotel dan resor mewah, termasuk Pullman, Paramount Resort, dan Club Med.
Proyek ini sebagian dibiayai oleh Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) dan telah mendapatkan investasi lebih dari USD 1 miliar daripebisnis swasta. Grup asal Prancis yaitu VINCI Construction Grands Projets merupakan investor terbesar yang akan bertanggung jawab atas pembangunan Sirkuit Mandalika, hotel, rumah sakit, water park, dan fasilitas lainnya.[detik.com]