Kemarahan Prabowo ke Edhy yang Diangkat dari Selokan

Kecewa, marah, dan merasa dikhianati. Itulah yang dirasakan Ketum Gerindra, Prabowo Subianto, saat elite parpolnya, Edhy Prabowo, ditangkap KPK terkait dugaan suap ekspor benur.

Bagaimana tidak, Edhy Prabowo bukan sekadar kader parpol bagi Prabowo Subianto. Edhy sudah dianggap anak oleh Prabowo usai dia mengangkat Edhy dari 'selokan'.

Reaksi keras itu diungkap oleh adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo. Seperti diketahui, Prabowo yang juga menjabat sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) memang belum angkat bicara langsung usai Edhy kena OTT KPK.

"Pak Prabowo sangat marah, sangat kecewa, merasa dikhianati," kata Hashim dalam jumpa pers di kawasan Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Jumat (4/12/2020).

Hashim lalu mengutip ucapan Prabowo. Kemarahan dan kekecewaan Prabowo disampaikan dalam Bahasa Inggris.

"Dia bilang sama saya, pakai bahasa Inggris. Saya kan sama kakak saya sedang 60 tahun bahasa Inggris. Ya bahasa Batak-Inggris. Dia sangat kecewa dengan anak yang dia angkat dari selokan 25 tahun lalu," tutur dia.

"I lift him up from the gutter and this is what he does to me," imbuh Hashim.

Dalam kesempatan itu, Hashim juga menegaskan tak ada kaitan antara keluarganya, Prabowo, dalam kasus ekspor benur. Dia pun merasa terzalimi, lantaran namanya dan putrinya, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, dikait-kaitkan dengan kasus tersebut.

"Saya atas nama keluarga Djojohadikusumo merasa prihatin dan saya merasa dizalimi, saya merasa dihina dan difitnah, anak saya sangat merasakan," ujarnya.

Cerita Kedekatan Prabowo dan Edhy Prabowo

Edhy Prabowo diketahui pernah menjabat Waketum Gerindra sebelum dilantik Presiden Jokowi menjadi Menteri KKP. Pria kelahiran 1972 tersebut sebelumnya merupakan atlet pencak silat nasional. Namanya moncer kala berjaya di event Pekan Olahraga Nasional (PON). Dia juga pernah mengikuti kejuaraan tingkat mancanegara.

Namun Edhy menutup karirnya sebagai atlet. Edhy mulai meniti karier di dunia militer pada 1991. Kala itu dia berhasil diterima menjadi anggota Akabri di Magelang, Jawa Tengah.

Setelah itu, ia merantau ke Jakarta dan diperkenalkan dengan Prabowo Subianto, yang saat itu masih berpangkat Letkol dan menjabat Dangrup III TNI AD. Edhy dan Prabowo berkenalan di salah satu acara pesta di bilangan Pantai Ancol.

Sayang, karirnya jadi tentara juga sebentar. Di militer, dia hanya bertahan dua tahun. Edhy dikeluarkan karena terkena sanksi dari kesatuan.

Prabowo akhirnya menampung Edhy dan teman-temannya. Khusus buat Eddy, dia dibiayai Prabowo mengenyam ilmu pendidikan Fakultas Ekonomi Universitas Moestopo. Edhy juga diminta belajar silat setiap pekan.

Seiring dengan waktu berjalan, Edhy akhirnya menjadi orang kepercayaan Prabowo. Dia menjadi orang yang mendampingi jenderal bintang tiga tersebut saat berdomisili di Jerman dan Yordania.

Kemudian Prabowo mendirikan Partai Gerindra. Edhy akhirnya memberanikan diri menjadi caleg di kampung halamannya, yakni Dapil Sumatra Selatan II. Di tempat itu, Edhy harus bersaing dengan sejumlah politikus senior, seperti Mustafa Kamal, Dodi Alex Nurdin, dan Nazarudin Kiemas. Edhy pun berhasil menjadi caleg kelima yang memperoleh suara terbanyak.

Edhy lalu menjadi anggota DPR periode 2014-2019 dan juga menjabat Waketum Gerindra. Edhy Prabowo sejak 2005 juga aktif berorganisasi di Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).

Namun, jejak gemilang Edhy Prabowo itu rontok usai dia kena OTT KPK. Kasus yang menjerat Edhy selengkapnya dapat disimak di halaman berikutnya.

Kasus Dugaan Suap Ekspor Benur

Kasus bermula setelah Edhy Prabowo menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budi Daya Lobster. Andreau Pribadi Misata (APM) selaku staf khusus menteri ditunjuk sebagai ketua pelaksana. Sedangkan Safri (SAF), yang juga staf khusus menteri, menjabat wakil ketua pelaksana.

"Salah satu tugas dari tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur," ujar Nawawi.

Selanjutnya, pada awal Oktober 2020, Suharjito menyambangi kantor KKP dan bertemu dengan Safri. Dalam pertemuan itu, diketahui bahwa ekspor benur hanya dapat dilakukan melalui forwarder PT ACK dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor. PT DPP diduga mentransfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total Rp 731.573.564.

"Berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT ACK terdiri atas AMR dan ABT, yang diduga merupakan nominee dari pihak EP serta YSA. Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening AMR dan ABT masing-masing dengan total Rp 9,8 miliar," ujar Nawawi.

Pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar diduga mentransfer uang ke salah satu rekening atas nama Ainul Faqih selaku staf istri Menteri Edhy Prabowo, Iis Rosyati Dewi, senilai Rp 3,4 M. Uang tersebut diduga diperuntukkan buat keperluan Edhy Prabowo, Iis Rosyati, Safri, dan Andreau Pribadi dengan rincian sebagai berikut:

1. Penggunaan belanja oleh Edhy Prabowo dan Iis Rosyati pada 21-23 November sekitar Rp 750 juta berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV serta baju Old Navy.
2. Uang dalam bentuk USD 100 ribu dari Suharjito yang diterima Safri dan Amiril Mukminin.
3. Safri dan Andreau menerima uang sebesar Rp 436 juta.

Dalam kasus ini, sudah ditetapkan 7 tersangka, yaitu:

Sebagai penerima:
1. Edhy Prabowo (EP) sebagai Menteri KKP;
2. Safri (SAF) sebagai Stafsus Menteri KKP;
3. Andreau Pribadi Misanta (APM) sebagai Stafsus Menteri KKP;
4. Siswadi (SWD) sebagai Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK);
5. Ainul Faqih (AF) sebagai Staf istri Menteri KKP; dan
6. Amiril Mukminin (AM)

Sebagai pemberi:
7. Suharjito (SJT) sebagai Direktur PT DPP.[detik.com]