Pembangunan Desa; Kepentingan Atau Kebutuhan?

Perkembangan pembangunan kawasan perdesaan yang terjadi di desa � desa dewasa ini dapat kita lihat dan menunjukkan pada hal yang sungguh menggembirakan. Pertumbuhan pembangunan infrastruktur terjadi dimana � mana yang menandakan semakin giatnya pembangunan di bangsa ini. Meskipun belum sepenuhnya pembangunan dapat dilaksanakan di desa � desa terutama untuk desa di luar Jawa maupun di pedalaman dengan jangkauan geografis yang memang masih susah ditempuh, namun program nawacita pemerintah yang salah satunyamembangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa� patut mendapat apresiasi tersendiri.

Memang jika kita lihat dan cermati pembangunan yang terjadi di desa � desa kebanyakan masih sebatas infrastrukturaldan belum sepenuhnya menyentuh struktural. Hal demikian wajar adanya mengingat pembangunan infrstruktur lebih mudah dilakukan karena hanya bersifat fisik dan hasilnya jelas kelihatan secara kasat mata. Sedangkan pembangunan struktural masyarakat pedesaan yang bersifat non fisik tidak langsung kelihatan hasilnya, dan perlu waktu untuk menikmatinya seperti pendidikan, kesehatan dan budaya. Semua perubahan tersebut memerlukan waktu tersendiri yang biasanya akan berdampak baru setelah berjalannya waktu.

Hasil gambar untuk pembangunan kawasan desa

Kita dapat melihat atau bahkan merasakan   sendiri bagiamana mulusnya jalan � jalan di kawasan perdesaan, megahnya bangunan Balai Desa dan gedung pertemuan warga, tower transmiter yang ada hampir di setiap kantor desa yang menandakan seakan desa tersebut telah melek IT dan lain sebagainya yang menandakan keberhasilan secara fisik / infrastruktur desa. Namun semua akan terasa tidak ada manfaatnya jika kita melihat dari segi struktural yang menopang semuanya itu, kantor desa yang megah terasa sepi seakan tak berpenghuni karena minim aktivitas dan kegiatan warga, tower transmiter hanya terlihat menjulang tinggi dan jauh dari optimalisasi fungsinya sebagai penyangga kebutuhan teknologi informasi warga setempat, atau gedung posyandu yang berubah fungsi hanya untuk ngrumpi warga dan lain sebagainya.

Pembangunan infrastruktural setidaknya haruslah dibarengi dengan pembangunan yang bersifat struktural. Hal tersebut berguna menjaga keseimbangan antara kegiatan fisik dan non fisik. Analoginya jika pedesaan kita umpamakan tubuh manusia, selain kita menjaga / membangun jasad dan fisik manusia juga sudah sewajarnya di barengi dengan memberi nutrisi pada jiwa dan mental manusia yang bersifat ruhani. Sehingga jika jiwa dan raga sehat dan tumbuh maka akan menjadi manusia yang sempurna baik secara fisik maupun non fisik. Serta bukan hanya sehat raganya saja namun jiwanya rapuh

Kepentingan Atau Kebutuhan
Kehadiran peraturan tentang desa yang diterbitkan pemerintah melalui UU No 6 Th 2014 sejatinya sudah memperjelas arah daripada pembangunan desa tersendiri. Namun peraturan yang ada saat ini, bagi para pemangku kepentingan dimaknai hanya baru sebatas formalitas semata. Peraturan tertulis yang ada dalam UU masih bersifat positivisme belaka, dalam arti belumlah menyentuh hakikat dari peraturan tersebut dan belum sepenuhnya menyentuh secara substansial atau makna dibalik terbitnya peraturan tersebut.

Masih banyak pemangku kepentingan di desa � desa manjalankan suatu aturan hanya apa yang tertulis saja, padahal peraturan itu bukan hanya apa yang nampak saja namun peraturan yang tidak nampak/ tak tertulis juga merupakan suatu aturan yang harus di patuhi. Namun banyak desa memaknai Dana Desa (DD) menjadi suatu kewajiban bagi pemerintah yang bersifat terus menerus, padahal jika memaknai DD sebagai perangsang (stimultan) untuk mempercepat pembangunan desa maka jika desa telah menjadi desa mandiri sudah sepantasnya DD tersebut dikurangi atau jika perlu di berhentikan dan bisa di alokasikan untuk desa � desa lain yang belum mandiri, dan bukan malah di tambah kecuali hanya bersifat pengembangan semata.

Selaras dengan itu pembangunan yang terjadi di desa � desa saat ini jika kita perhatikan masih bersifat �obong blarak� dan terkesan ikut � ikutan terhadap desa lainnya, padahal belum tentu satu desa dengan desa lainnya memiliki potensi lokal yang sama. Hal ini akan menjadikan proyek yang mubazirbelaka. Di dalam UU Desa sendiri jelas sangat di perbolehkan bahkan di sarankan agar pembangunan desa di arahkan selaras dengan kearifan lokal dan budaya setempat. Misalnya, desa yang memiliki banyak sumber air, dapat mengembangkan ekonomi perikanan. Desa yang memiliki keindahan alam dapat dijadikan obyek wisata dengan menjual potensinya dan menjelma diri menjadi desa wisata, atau bahkan desa yang banyak pengangguran pemuda desa nya pun dapat menjadi potensi lokal untuk pembangunan desa dengan memaksimalkan peran tenaga kerja yang murah.

Adanya fenomena yang berkembang di desa � desa tersebut pada dasarnya bukanlah hal yang baru. Pembangunan kawasan perdesaan seyogyanya harus selaras dengan RPJMDesa yang telah ditetapkan dalam MusrenbangDesa sebagai wujud demokrasi pedesaan yang sudah ada. Dari RPJMDesa tersebutlah segala kebutuhan masyarakat desa akan tercantum dalam pembangunan nantinya. Pembangunan desa haruslah di arahkan berdasarkan kebutuhan warga masyarakat dan sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat desa itu sendiri.

Namun kadang dalam realitanya masih banyak pembangunan desa yang terselipi adanya kepentingan pihak tertentu, baik dari perorangan maupun golongan atau bahkan mengatasnamakan lembaga maupun instansi. Hal ini berakibat terjadinya tumpang tindih (overlap) dalam prioritas pembangunan di pedesaan. Ego sektoral kadang masih menjadi kendala dalam menetapkan prioritas pembangunan desa.

Konsep Desa Membangun
Hasil gambar untuk desa membangun
Pembangunan di desa � desa yang dijalankan pemerintah masih banyak yang mengusung konsep lama yakni �Membangun Desa�. Dengan konsep tersebut setidaknya pemerintah baik pusat maupun daerah masih menjadikan desa sebagai obyek dalam pembangunan. Hal tersebut berakibat segala pembangunan yang ada di desa hanya memiliki sisi kepentingan dari pemerintah bukan berdasarkan kebutuhan desa. Nampaknya konsep tersebut saat ini harus di balik menjadi �Desa Membangun�, dimana dengan konsep ini desa menjadi subyek/pelaku pembangunan. Prakarsa dan insiatif pembangunan akan muncul dari warga desa yang dengan sendiri akan memperhatikan hal yang dibutuhkan desa � desa sesuai skala prioritas yang ada.


membangun desa akan berakibat kurang maksimalnya dukungan pemerintah daerah dalam mengakomodasi penetapan prioritas  pembangunan desa yang dilakukan pemerintah desa, hal ini masih terlihat pada tekanan pemda terhadap desa dalam pembangunan desa. Padahal sesuai amanah yang terkandung dalam UU Desa, pembangunan desa haruslah mengedepankan partisipatif dan bersifat Bottom Up. Hal demikian dimaksudkan agar setiap potensi lokal yang ada di wilayah pedesaan mampu di optimalkan karena memang hanya warga desa dan penggawa desalah yang tahu persis segala kelebihan dan kekurangan yang ada di daerahnya.

Untuk dapat lebih memprioritaskan pembangunan desa seyogyanya ada bebera hal yang perlu mendapat perhatian kita bersama, diantaranya yang pertama perlu adanya sinkronisasi antara prioritas RPJMDesa dan RPJMDaerah, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi tumpang tindih (overlap) dalam menetapkan prioritas pembangunan kawasan perdesaan. Yang keduadengan mengedepankan pembangunan desa yang bersifat partisipatif. Bagaimanapun juga peran warga desa dan pemerintah desa sangatlah besar karena merekalah yang tahu akan segala kelebihan dan kekurangan di desanya.

Selain itu semua pihak, baik instansi, lembaga maupun dinas terkait menghilangkan ego sektoraldalam pembangunan desa, sehingga arah pembangunan desa akan terlihat jelas dan desa bukan hanya sebagai obyek semata. Dengan menghilangkan ego sektoral maka kebutuhan pembangunan desa akan lebih di utamakan di banding kepentingan dari berbagai pihak. Selain itu dengan hilangnya ego sektoral maka tidak akan terjadi proyek mubazir di kawasan perdesaan.

Pembangunan desa yang berdasarkan kebutuhan warga masyarakat sangatlah di harapkan kehadirannya, bukan hanya berdasarkan kepentingan sesaat. Desa dan masyarakatnya haruslah sudah sepantasnya menjadi subyek pembangunan dan bukan lagi menjadi obyek lagi seperti masa lalu. Sedangkan  pembangunan desa dengan mengedepankan pendekatan sektoral dengan berbasis kearifan lokal akan lebih tertata dan fokus dalam mengentaskan kemiskinan dengan tujuan akhir untuk kemakmuran warga masyarakat desa. Sehingga saat ini konsep �Desa Membangun� harus dan mau di jalankan oleh semua pihak demi kemajuan desa sendiri.