Pendidikan keagamaan Islam, pada umumnya diselenggarakan oleh masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Jauh sebelum Indonesia merdeka, lembaga pendidikan
keagamaan sudah lebih dulu berkembang. Selain menjadi akar budaya bangsa, agama disadari merupakan bagian tak terpisahkan dalam pendidikan. Pendidikan keagamaan juga berkembang akibat mata pelajaran/kuliah pendidikan agama yang dinilai menghadapi berbagai keterbatasan. Sebagian masyarakat mengatasinya menyelenggarakan pendidikan keagamaan di rumah, rumah ibadah, atau di perkumpulanperkumpulan yang kemudian berkembang menjadi satuan atau program pendidikan keagamaan formal, nonformal atau informal. Secara historis, keberadaan pendidikan keagamaan berbasis masyarakat menjadi sangat penting dalam upaya pembangunan masyarakat belajar, terlebih lagi karena bersumber dari aspirasi masyarakat yang sekaligus mencerminkan kebutuhan masyarakat
sesungguhnya akan jenis layanan pendidikan. Sebagai komponen Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan keagamaan perlu diberi kesempatan untuk berkembang, dibina dan ditingkatkan mutunya oleh semua komponen bangsa, termasuk Pemerintah dan pemerintah daerah. Bentuk pengakuan Pendidikan Keagamaan sebagai salah satu jenis pendidikan dalam sistem pendidikan nasional diwujudkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: �Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus�. Kemudian pada pasal 30 ayat (1) menyebutkan: pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dan pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam ayat (2) berbunyi: pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Dalam ayat (3) disebutkan: pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Dan ayat (4) berbunyi: - 5 - pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis. Sebagai tindak-lanjut amanat Pasal 12 ayat (4), Pasal 30 ayat (5), dan Pasal 37 ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, negara memberikan payung hukum penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan, termasuk bagi pondok pesantren melalui Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Lebih lanjut, payung hukum tersebut diperkuat lagi dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam, Peraturan Menteri Agama Nomor 18 tentang Satuan Pendidikan Muadalah Pada Pondok Pesantren, dan Peraturan Menteri Agama Nomor 71 Tahun 2015 tentang Ma�had Aly. Pondok pesantren atau sering juga disebut sebagai pesantren diakui sebagai model lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Lembaga ini mulai berkembang sejak zaman para pendakwah di tanah Jawa, Walisongo, sekitar abad 15. Selain sebagai lembaga keagamaan dan
lembaga pendidikan, pesantren juga berkembang menjadi lembaga sosial kemasyarakatan melalui inovasi-inovasi yang dilakukannya. Sebagai local community organization yang memiliki pengaruh kuat di masyarakat, pesantren yang berkembang melalui inovasi yang dilakukannya dari lembaga pendidikan menjadi lembaga pemberdayaan masyarakat yang terbukti telah memberikan banyak andil terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui berbagai aktivitas yang dilakukannya.
Dengan demikian, penting bagi seluruh pemangku kepentingan untuk memahami kedudukan pesantren tidak hanya sebagai lembaga keagamaan dan lembaga pendidikan (pendidikan keagamaan), namun juga sebagai lembaga sosial kemasyarakatan. Hal inilah yang menjadi faktor penentu dimana meskipun sudah berumur ratusan tahun, pesantren sampai saat ini tetap eksis menjadi bagian integral kekuatan bangsa, bahkan semakin kokoh. Pesantren lahir dan berkembang atas inisiasi dan peran masyarakat. Ini berarti bahwa pondok pesantren telah menyatu dengan masyarakat. Memisahkan pesantren dengan masyarakat berarti akan menggerus eksistensi pesantren, yang selama ini menjadi kekuatan strategis dalam pemberdayaan masyarakat. Antara pesantren dan masyarakat telah terjalin hubungan yang mutualisme, saling membutuhkan dan interdependent (saling bergantung satu sama
lain). Dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam, definisi pondok pesantren dijelaskan sebagai lembaga pendidikan keagamaan Islam yang diselenggarakan oleh masyarakat yang menyelenggarakan satuan pendidikan pesantren dan/atau secara terpadu menyelenggarakan jenis pendidikan lainnya. Karasteristik penting dari pondok pesantren adalah pondok pesantren adalah pendidikan berbasis masyarakat atau diselenggarakan oleh
masyarakat. Dengan demikian, tidak ada pesantren yang diselenggarakan oleh pemerintah. Tujuan pesantren sebagaimana dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam sejalan dengan tujuan pendidikan keagamaan Islam, yaitu menanamkan kepada
peserta didik untuk memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, mengembangkan kemampuan, pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta didik untuk menjadi ahli ilmu agama Islam (mutafaqqih fiddin) dan/atau menjadi muslim yang dapat mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupannya sehari-hari, serta mengembangkan pribadi akhlakul karimah bagi peserta didik yang memiliki kesalehan individual dan sosial dengan menjunjung tinggi jiwa keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, persaudaran � sesama umat Islam (ukhuwah Islamiyah), rendah hati (tawadhu), toleran (tasamuh), keseimbangan (tawazun), moderat (tawasuth), keteladanan (uswah), pola hidup sehat, dan cinta tanah air. Tujuan memegang peranan penting, akan mengarahkan dan mewarnai komponen-komponen lainnya. Pesantren dapat berupa satuan pendidikan, atau dikatakan sebagai Pesantren Sebagai Satuan Pendidikan, atau dapat berupa penyelenggara pendidikan (Pesantren Sebagai Penyelenggara Pendidikan), apabila pondok pesantren tersebut selain menyelenggarakan satuan pendidikan pesantren, secara terpadu menyelenggarakan jenis pendidikan lainnya. Pada prakteknya, banyak pesantren yang selain menyelenggarakan pendidikan pesantren juga menyelenggarakan pendidikan diniyah formal, satuan pendidikan muadalah pada pondok pesantren, sekolah, madrasah, pendidikan kesetaraan, pendidikan keterampilan atau vokasi, atau bentuk pendidikan lainnya. Dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam dinyatakan bahwa Pesantren wajib menjunjung tinggi dan mengembangkan nilai-nilai Islam rahmatan lil'alamin dengari menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila, UndangUndang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bhineka Tunggal Ika, keadilan, toleransi, kemanusiaan, keikhlasan, kebersamaan, dan nilai-nilai luhur lainnya. Lebih lanjut, ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 19 Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam memberikan acuan umum mengenai unsur-unsur pesantren, ketentuan mengenai pendaftaran pesantren, serta ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan di pesantren.
Dalam Pasal 11 Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam, dinyatakan bahwa pesantren yang memiliki paling sedikit 15 (lima belas) santri wajib mendaftarkan ke Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota. Pesantren yang telah terdaftar kemudian diberikan tanda daftar pesantren oleh Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota. Fungsi tanda daftar pesantren kemudian diperluas menjadi izin operasional pondok pesantren. Izin operasional pondok pesantren merupakan bukti tertulis yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang melalui serangkaian proses dan prosedur yang telah dilalui terlebih dahulu sebagai legalitas atas kelayakan sebuah lembaga disebut pondok pesantren. Izin operasional ini lahir dari sejumlah tahapan yang telah dilalui terlebih dahulu untuk memastikan akan terpenuhinya persyaratan dan proses yang telah ditentukan. Persyaratan dan proses didasarkan atas landasan argumentasi-regulatif dan kebijakan teknis-operasional untuk memastikan kelangsungan orientasi dan khittah pondok pesantren, yang sejalan baik dari sisi kepentingan kebijakan maupun kepentingan kultural di masyarakat. Izin operasional merupakan bukti konkret dan sah bahwa sebuah instansi disebut pondok pesantren. Lembaga yang telah memiliki izin operasional ini berhak untuk menjalankan fungsifungsi yang melekat pada pondok pesantren, seperti fungsi pendidikan, fungsi transformasi ajaran agama, dan fungsi sosial lainnya dan diakui oleh negara. Izin operasional bersifat temporer, dibatasi waktunya, yakni 5 (lima) tahun. Pembatasan waktu izin operasional ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam melakukan pemutakhiran (updating) data, di samping untuk memudahkan upaya pembinaan dan peningkatan pondok pesantren. Dengan diterbitkannya izin operasional, pondok pesantren yang bersangkutan secara hukum telah diakui (recognize) oleh instansi yang berwenang untuk melakukan kegiatan dan program sesuai dengan tugas dan fungsi yang melekat pada pondok pesantren dan berhak untuk mendapatkan pembinaan, fasilitasi, dan hal-hal lain yang melekat berdasarkan peraturan perundang-undangan. Data dan informasi terkait izin operasional pondok pesantren merupakan satu kesatuan data dan informasi pada Kementerian Agama, dengan pengelolaan sebagaimana ketentuan yang diatur melalui Keputusan Menteri Agama Nomor 440 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Data dan Informasi Pada Kementerian Agama. Posisi pesantren sebagai lembaga keagamaan, lembaga pendidikan, dan lembaga sosial kemasyarakatan, tujuan pesantren, serta acuan umum mengenai unsur-unsur pesantren, ketentuan mengenai pendaftaran pesantren, ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan di pesantren, dan ketentuan mengenai pengelolaan data dan informasi pada Kementerian Agama, menjadi dasar dalam menetapkan ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran pesantren dalam bentuk izin operasional pondok pesantren. Ketentuan lebih lanjut tersebut, diperlukan dengan tujuan untuk menjamin efektivitas, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas proses yang terkait dengan izin operasional pondok pesantren. Oleh sebab itu, dipandang perlu untuk menyusun Petunjuk Teknis Izin Operasional Pondok Pesantren.
Donwload File
Donwload Juknis Petunjuk Teknis Izin Operasional Pondok Pesantren Terbaru