Mahfud MD soal Regulasi Publisher Rights: Sedang Dicari 'Baju' Hukumnya

Dewan Pers telah menyerahkan rancangan regulasi publisher rights atau hak cipta jurnalistik. Mengenai hal itu, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengatakan regulasi itu disambut terbuka oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Presiden telah memerintahkan kepada semua kementerian dan lembaga terkait untuk merumuskan dan menyusun regulasi yang mengatur hubungan penerbit dan platform digital," kata Mahfud saat menjadi pembicara secara daring dalam rangkaian acara Hari Pers Nasional (HPN) 2022, Selasa (8/2/2022).

Mahfud mengatakan rancangan regulasi yang diserahkan Dewan Pers telah diterimanya dan beberapa kementerian terkait. Dia menyebut rancangan itu tengah dikaji secara akademis.

Menurut Mahfud, pihaknya kini tengah mengkaji usulan regulasi tersebut apakah bakal dimasukkan kepada Undang-Undang (UU) terkait industri media yang telah ada, atau dibuat menjadi UU sendiri.

"Itu naskah rancangan regulasinya sudah ada di tangan kami dan kami betul-betul pertimbangan itu. Cuman sekarang ini masih mencari 'baju' hukumnya apakah ini dikaitkan dengan UU Penyiaran, UU ITE atau Pers," terang Mahfud.

"Kita masih mencari atau menjadi Undang-Undang tersendiri. Tapi kalau menjadi Undang-Undang tersendiri lalu Undang-Undang tentang apa. Ini kami sedang mencari bajunya. Jangan khawatir kami terus olah ini," tambahnya.

Sebelumnya, Wakil Presiden Ma'ruf Amin pun telah angkat suara soal regulasi publisher rights yang dicanangkan oleh Dewan Pers. Ma'ruf mengapresiasi usulan tersebut.

Secara khusus saya mengapresiasi inisiatif Dewan Pers, perwakilan asosiasi, perusahan media, dan para jurnalis yang turut memberikan kontribusi pemikiran terkait rancangan regulasi mengenai hak publikasi atau jurnalistik (publisher rights)," kata Ma'ruf saat memberikan sambutan secara virtual dalam acara Hari Pers Nasional (HPN) 2022 di Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (7/2).

Ma'ruf Amin menyambut terbuka usulan yang dicanangkan oleh Dewan Pers tersebut. Menurutnya, hal itu bakal menjaga ekosistem industri media di Indonesia.

"Regulasi ini nantinya bukan sekadar untuk melindungi kepentingan pers nasional dalam menghadapi dominasi media baru atau platform digital global. Lebih dari itu, publisher rights adalah unsur penting untuk menjaga ekosistem media agar kemanfaatan ruang digital dapat dinikmati secara berimbang, dan kedaulatan nasional di bidang digital dapat terwujud," katanya.

Sementara itu, Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh menerangkan alasan pihaknya mengusulkan publisher rights menjadi aturan yang disahkan pemerintah. Menurutnya, aturan itu digunakan sebagai payung hukum yang adil bagi insan pers dalam menghadapi berkembangnya platform digital lain.

"Kalau yang sekarang ini platform digital itu kan yang ngambil ngambil-ngambil ngambil gitu saja toh. Kita nggak dapat apa-apa, gampangannya gitu. Maka itu dengan publisher rights itu nanti kita harapkan ada keseimbangan. Sumbernya kan jadi panjenengan berita itu," kata M Nuh.

"Maka yang platform-platform digital tadi itu itu juga harus berbagi. Berbagi mulai dari berbagai beritanya sampai berbagi manfaat ekonominya. Itu yang konsep dasar dari publisher rights yang kita siapkan itu. Bahan-bahan itu sudah kita serahkan, baik melalui Pak Menkominfo maupun juga Pak Menkopolhukam, yang harapannya itu bisa segera digodok," tambahnya.

M Nuh menambahkan usulan pihaknya itu diharapkan bisa segera ditindaklanjuti menjadi sebuah Undang-Undang (UU) oleh pemerintah. Namun, jika UU dinilai membutuhkan waktu lama, dia berharap publisher rights bisa disahkan melalui mekanisme Peraturan Pemerintah (PP).

"(Dijadikan) Undang-Undang, paling tidak PP. Kalau toh seandainya Undang-Undang itu diperkirakan butuh waktunya agak lama paling dia dalam bentuk PP. Kalau kita sekarang nego itu kan, ngapain sampeyan nego dengan (pemerintah) wong nggak ada aturannya," katanya.

"Tapi kalau ada payungnya, yang nego itu bukan hanya kawan-kawan jurnalis atau perusahaan media. Tetapi pemerintah pun juga melaksanakan payung tadi itu. Sehingga pressure-nya ini, tekanannya atau positioning bargaining kita itu semakin kuat," imbuh M Nuh.[detik.com]