Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini akan blak-blakan mengenai kebijakan 21 juta data ganda penerima bantuan sosial (bansos). Penjelasan itu akan disampaikannya kepada seluruh anggota Komisi VIII DPR RI.
Penjelasan itu akan dilakukan pada rapat khusus dan tertuang dalam kesimpulan rapat kerja antara Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Sosial.
Penjelasan ini juga sangat penting bagi Kementerian Sosial (Kemensos) mengingat pembahasan mengenai RAPBN dan RKP 2022 'dicuekin' atau sama sekali belum ditanggapi serta diperdalam oleh seluruh anggota Komisi VIII DPR.
Kemensos mengusulkan pagu indikatif pada tahun 2022 ditetapkan sebesar Rp 78,2 triliun atau mengalami penurunan sekitar 15,35% dibandingkan dengan periode 2021 yang sebesar Rp 92,4 triliun.
"Pagu indikatif kami Rp 78,2 triliun, turun 15,35% dibandingkan anggaran 2021 sebesar Rp 92,4 triliun," kata Risma dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR, Kamis (3/6/2021).
Risma mengungkapkan penurunan anggaran Kemensos di tahun 2022 juga berdampak pada anggaran per unit eselon I, di mana terjadi penurunan anggaran.
Seperti untuk Sekretariat Jenderal (Setjen) turun menjadi Rp 384 miliar di tahun 2022, dari tahun sebelumnya sebesar Rp 1,9 triliun. Inspektorat Jenderal (Itjen) menjadi Rp 37 miliar dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 38 miliar.
Selanjutnya, Ditjen Dayasos turun menjadi Rp 382 miliar di tahun 2022 dari periode sebelumnya sebesar Rp 391 miliar. Ditjen Rehsos turun menjadi Rp 1,09 triliun dari tahun sebelumnya sebesar Rp 1,21 triliun. Sedangkan Ditjen Linjamsos anggarannya tetap sama, yaitu sebesar Rp 30 triliun.
Selanjutnya untuk Ditjen PFM mengalami penurunan menjadi Rp 45 triliun di tahun 2022 dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 57 triliun. Untuk Badan Pendidikan, Penelitian, dan Penyuluhan Sosial menurun tajam menjadi Rp 306 miliar dari tahun sebelumnya sebesar Rp 329 miliar.
Dari pagu indikatif yang sebesar Rp 78,2 triliun ini, tercatat untuk belanja operasional pegawai sebesar Rp 517,6 miliar, belanja operasional barang sebesar Rp 235,2 miliar, belanja bantuan sosial PKH sebesar Rp 28,7 triliun, dan kartu sembako sebesar Rp 45,1 triliun.
Pimpinan rapat Komisi VIII DPR RI, Yandri Susanto mengatakan pihaknya akan membahas secara detil pada rapat bersama dengan pejabat eselon I Kementerian Sosial pada tanggal 7 Juni 2021.
"Kita akan perdalam, tapi dengan data kita clear-kan dulu, supaya jelas," kata Yandri.
Beberapa anggota Komisi VIII DPR melontarkan pertanyaan terkait dengan kejelasan kebijakan menidurkan 21 juta data ganda penerima bansos ini. Bahkan ada beberapa anggota yang merekomendasikan untuk tidak membahas usulan anggaran Kemensos di tahun 2022 sebelum masalah data ganda diselesaikan.
"Kalau menurut saya dari penjelasan double data itu belum cukup clear. Masalahnya begini, kalau ada double data memang ada yang kembali ke negara? Tapi dalam hal ini uangnya juga habis, ini perlu penjelasan ini bagaimana. Kalau 21 juta yang belum clear kita tidak bisa membahas mengenai anggaran," kata Jefry Romdonny.
Hal senada diungkapkan oleh Rudi Hartono, anggota Komisi VIII dari Fraksi Nasdem. Menurut dia, masalah data ganda penerima bansos ini sudah terjadi sejak lama. Hanya saja, dari tahun ke tahun penyelesaiannya tidak pernah jelas.
"Data yang double ini dari 10 tahun lalu, setiap masyarakat reses selalu bertanya, saya janda susah tidak dapat bantuan, ini yang meninggal kok masuk dapat bantuan, waktu itu masa SBY, jadi banyak yang mengeluh, saya lapor ke dinas, ke kementerian seperti ping pong," katanya.
Yandri menjelaskan, penjelasan mengenai 21 juta data ganda penerima bansos harus dijelaskan secara tepat. Sebab, banyak pihak yang menilai ada keterlibatan DPR dalam hal ini Komisi VIII dalam penyaluran bansos kepada data-data ganda tersebut.
Oleh karena itu, Komisi VIII DPR RI dan Menteri Sosial sepakat untuk membahas secara khusus mengenai kebijakan peniduran 21 juta data ganda penerima bansos. Keputusan itu pun tertuang dalam kesimpulan rapat, sebagai berikut:
1. Komisi VIII DPR RI masih perlu penjelasan Menteri Sosial RI mengenai data 21 juta penerima manfaat bantuan sosial yang ditidurkan. Karena di satu sisi datanya ditidurkan, tetapi di sisi lain bantuan terhadap mereka tetap disalurkan, baik untuk PKH, BPNT, BST. Oleh sebab itu, Komisi VIII DPR RI meminta Menteri Sosial RI untuk memberikan klarifikasi kepada publik bahwa data yang ditidurkan tidak termasuk dalam anggaran program bansos yang telah disetujui oleh Komisi VIII DPR RI.
2. Komisi VIII DPR RI meminta Menteri Sosial RI untuk merapikan data 21 juta penerima manfaat bantuan sosial secara transparan dan akuntabel agar tidak ada lagi data kemiskinan yang tidak valid dalam DTKS baru.
3. Komisi VIII DPR RI meminta Menteri Sosial RI untuk bersinergi dalam melakukan verifikasi dan validasi data kemiskinan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan terkait. [detik.com]