Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertahanan (Kemhan) terus memperkuat militer lewat upaya diplomasi pertahanan dengan sejumlah negara, salah satunya Korea Selatan. Belum lama ini, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto melakukan kunjungan ke Korea Selatan.
Adapun maksud kunjungan pada Kamis (8/4) tersebut yakni untuk menemui Menteri Pertahanan Korea Selatan Suh Wook sekaligus melakukan pertemuan bilateral pertahanan. Kedua belah pihak membahas seputar isu strategis di bidang pertahanan dan keamanan, di antaranya pertukaran pandangan keamanan regional dan kerja sama bilateral.
Dalam pertemuan tersebut juga dibahas mengenai proyek KF-X / IF-X yang saat ini dalam tahap renegosiasi. Proyek ini merupakan proyek pengembangan dan pembuatan pesawat tempur generasi berikut secara massal antara Korea Selatan dan Indonesia dengan modal 8,8 triliun Won atau setara Rp 114 triliun dari tahun 2015 sampai 2028.
Kerja sama ini dinilai memiliki prospek yang baik bagi kedua negara. Pengamat Militer dan Intelijen, Susaningtyas Kertopati mengatakan kerja sama militer ini merupakan langkah strategis bagi Indonesia, terutama untuk memperkuat alutsista TNI.
Susaningtyas atau yang akrab disapa Nuning ini menyebut, pesawat tempur KF-X/IF-X dirancang untuk memenuhi prototype pesawat tempur modern guna mengimbangi kekuatan udara beberapa negara di kawasan. Nantinya pesawat tersebut akan diproduksi di PT. DI dengan kapabilitas yang lebih baik dalam rancangan manuver ekstrem.
"Dengan dilengkapi berbagai jenis rudal dan roket, maka pesawat tempur tersebut akan menjadi salah satu tulang punggung pencapaian air superiority dan air supremacy di langit Indonesia," terang saat dihubungi detikcom, Rabu (14/4/2021).
Lewat kerja sama di bidang pertahanan ini, Nuning berharap dapat membawa keuntungan secara resiprokal bagi kedua negara.
"Tentu saja transfer teknologi diharapkan akan lebih baik pelaksanaannya," katanya.
Di samping itu, Nuning menjelaskan dalam kerja sama industri pertahanan yang terpenting ialah memberikan kesempatan bagi para teknokrat Tanah Air untuk bisa berpartisipasi aktif dalam transfer teknologi. Sebab menurutnya, selama ini saat melakukan transfer teknologi Indonesia seperti macan kertas saja, sedangkan pihak produsen masih pelit membagi ilmunya
Oleh karena itu, Nuning mendorong BUMN strategis untuk mulai berinvestasi di bidang SDM. Dia meminta agar BUMN mau meningkatkan skill SDM, utamanya para ahli baja dan aluminium dengan didukung Kementerian Pertahanan.
"Kemenhan RI harus mendorong semua BUMN strategis untuk investasi di SDM mereka. Harus ada ahli las baja atau las aluminium yang level pendidikannya sampai Doktor. Apalagi bidang-bidang keahlian senjata lainnya," terangnya.
" Kemenhan RI harus memiliki program aksi pengiriman mahasiswa S2 dan S3 bidang tersebut. Para ahli yang sudah ada di Indonesia pun harus diinventarisir dan direkrut oleh BUMN. Dibutuhkan jajaran direksi dan komisaris BUMN strategis yang memang paham dan memiliki latar belakang pendidikan sesuai dengan sistem persenjataan," paparnya.
Dia menilai, Indonesia harus bisa belajar dari negara-negara lain, di mana para jajaran direksi dan komisaris BUMN strategis memiliki masa penugasan cukup lama mengikuti periode pembuatan tank atau kapal perang atau pesawat udara.
"Kemenhan RI harus melakukan seleksi super ketat untuk menempatkan jajaran direksi dan komisaris BUMN setelah berkoordinasi KemenBUMN dan pejabat terkait lainnya," ujarnya.
Sementara itu, Nuning menyebut diperlukan skema G to G dalam pengadaan alutsista dari luar negeri. Hal ini agar dapat menghemat anggaran negara.
"Tidak bisa pengadaan Alutsista menggunakan skema single year apalagi jika proses dimulai di akhir tahun anggaran. Politik anggaran harus merespon dinamika dan sistem keuangan internasional," jelasnya.
"Kemenhan RI harus memiliki sistem kendali yang khusus memantau semua proses tersebut, mulai dari pengendalian SDM, pengendalian proses pengadaan 100 % dalam negeri, pengendalian proses alih teknologi dan lain-lain. Semua proses pengendalian tersebut harus memanfaatkan teknologi informasi berbasis big data dan digitalisasi dalam suatu program startup buatan ahli-ahli Indonesia," lanjutnya.
Di sisi lain, Anggota Komisi I DPR, Yan Permenas menerangkan diplomasi pertahanan sejatinya sudah menjadi tugas Menteri Pertahanan yang harus terus dilakukan. Tujuannya yaitu untuk membangun diplomasi pertahanan dengan negara-negara sahabat.
"Tentunya akan memberikan feedback dan kontribusi juga atas diplomasi pertahanan yang dilakukan dalam rangka mendukung pemenuhan alusista di Tanah Air," katanya.
Selain meningkatkan SDM, Yan menilai pemerintah juga perlu meningkatkan kualitas persenjataan. Hal ini agar dapat mengalokasi kebutuhan aparat TNI sehingga mereka tidak tertinggal dan bisa beradaptasi dengan kemajuan persenjataan di negara lain, seperti Korea Selatan dan Jepang.
"Dalam rangka mendukung pertahanan kita dalam mendorong peningkatan SDM, kualitas SDM aparat TNI tapi juga mendukung mereka dari peralatan yang dibutuhkan, sehingga aparat kita mampu mengoperasionalkan dan beradaptasi dengan teman-teman di negara sahabat, seperti Korea (Selatan) dan Jepang," urainya.
Dia pun memberikan apresiasi atas langkah yang telah dilakukan Prabowo Subianto dan berharap langkah tersebut dapat ditindaklanjuti guna mewujudkan kekuatan ideal bagi pertahanan Indonesia.
"Saya berharap langkah-langkah yang dilakukan Pak Prabowo ini bisa ditindaklanjuti dan di-follow up karena untuk membangun kekuatan ideal pertahanan kita tentunya membutuhkan estimasi waktu mungkin bisa 10-20 tahun untuk kita bisa mencapai kekuatan yang ideal dari aspek kebutuhan alutsista di TNI angkatan laut, darat, dan udara," pungkasnya. [detik.com]