Dicampakkan istrinya membuat Abas mulai kehilangan akal sehat dan diasingkan keluarga.
Kondisinya memprihatinkan tinggal di bawah kolong rumah yang juga merupakan kandang ayam.
Ia sesekali memanggil-manggil nama mantan istrinya sembari berbicara sendiri.
Laki-laki bernama Abas (46) warga Desa Tanjung Karang, Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, harus menerima kenyataan pahit saat istrinya memilih pergi dan menceraikannya.
Kondisi Abas yang sakit-sakitan semakin bertambah parah dengan kenyataan tersebut.
Kedua matanya mengalami gangguan penglihatan dan hanya mampu melihat samar samar objek yang ada di depannya.
Kedua kakinya juga mengalami sakit di bagian lutut sehingga sulit digerakkan. Abas hanya bisa berdiam diri dan terkadang duduk dengan susah payah.
Dicampakkan istrinya membuat Abas mulai kehilangan akal sehat dan diasingkan keluarga.
Kondisinya memprihatinkan tinggal di bawah kolong rumah yang juga merupakan kandang ayam.
Ia sesekali memanggil-manggil nama mantan istrinya sembari berbicara sendiri.
Laki-laki bernama Abas (46) warga Desa Tanjung Karang, Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, harus menerima kenyataan pahit saat istrinya memilih pergi dan menceraikannya.
Kondisi Abas yang sakit-sakitan semakin bertambah parah dengan kenyataan tersebut.
Kedua matanya mengalami gangguan penglihatan dan hanya mampu melihat samar samar objek yang ada di depannya.
Kedua kakinya juga mengalami sakit di bagian lutut sehingga sulit digerakkan. Abas hanya bisa berdiam diri dan terkadang duduk dengan susah payah.
Kondisi Abas setelah komunitas Sebatik Milenial Care (SMC) mengunjunginya, Abas sejak 2019 tinggal di kolong rumah dengan dinding seng bekas dan menjadi kandang ayam
‘’Jadi mungkin karena tidak pernah mandi, tidak mau mendengar kalau dikasih tahu, keluarganya kasih dia tinggal di bawah kolong rumah,’’kata Sahra.
Tinggal bersama ayam
Keadaan kolong rumah yang ditinggali Abas hanya berdinding seng yang dipasang menyerupai bedeng atau WC cemplung, terdapat kasur dan bantal yang sangat kotor dan bau karena Abas tidak bisa beranjak dari tempatnya.
Keluarga Abas juga dikatakan tidak ambil pusing dengan keadaan tersebut, bahkan, untuk makan, Abas lebih sering menerima pemberian tetangga dan warga yang peduli.
‘’Kita kasihan juga sih, dia kan tinggal dalam seng setinggi perut saja, jadi kalau sore, ayam- ayam ke situ semua, dia tidur sama ayam di situ,’’lanjutnya.
Keadaan Abas lalu mendapat perhatian dari komunitas Pemuda Sebatik, para pemuda yang tergabung dalam Sebatik Milenial Care (SMC) tersebut menyambangi Abas.
Mereka mengaku prihatin dan bersama sama membersihkan tempat Abas yang tak lebih dari sebuah kandang ayam.
‘’Memang beliau sakit, depresi juga karena dalam kondisi seperti itu ditelantarkan, istrinya pergi, tidak ada ada yang urus, ini yang coba kita carikan solusi,’’kata Humas SMC, Yasir.
SMC akan berusaha lebih sering memantau kondisi Abas.
Untuk masalah kebersihan tempat Abas, para pemuda akan kerja bakti, sementara untuk biaya pengobatan, para pemuda tersebut akan mencoba menggalang donasi.
Didaftarkan dalam penerima BLT Desa
Staf kantor desa Tanjung Karang Kasma, saat dihubungi juga mengakui bahwa Abas termasuk warga desa setempat yang butuh perhatian serius.
Kasma yang juga ikut melihat langsung kondisi Abas, ikut terenyuh, ia menyaksikan sendiri di kolong rumah yang ditempati Abas, penuh dengan kotoran ayam.
‘’Ada mungkin sekitar setahun tidak mandi, anak anak dari SMC mandikan dia, saya ikut bersihkan tempatnya, banyak sekali kotoran ayam kasihan,’’katanya.
Kasma juga mengatakan bahwa Abas, sebelumnya masuk dalam daftar penerima Program Keluarga Harapan (PKH).
Hanya saja, PKH dimaksud atas nama istrinya, sehingga bantuan tersebut tidak bisa diberikan untuk Abas.
Saat ini, Pemerintah desa Tanjung Karang Sebatik sudah memasukkan nama Abas dalam daftar penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa. Setiap bulannya ada uang sebesar Rp.300.000 yang dianggarkan.
‘’Kita sudah daftar namanya, kalau mekanismenya akan kita bicarakan lagi, apakah tunai dikasih, tapi kalau tunai dengan keadaan dia begitu, bingung juga,’’kata Kasma.
Sempat Viral, Bocah Senasib dengan Abas
Kisah miris bocah 12 tahun dikurung di kandang ayam tanpa sehelai busana di Pamekasan.
Saat Kompas.com datang menyambanginya, Jumat (4/10/2019) siang, Efendi berusaha berdiri dengan berpegang ke bilah-bilah bambu.
Setelah berhasil berdiri, ia mencoba meraih tangan dan baju orang yang datang menyambanginya.
Sentuhan itu kemudian diikuti dengan tawa girang.
Namun, saat orang yang menyambanginya hendak pergi, ia meronta-ronta, seperti minta untuk dikeluarkan dari dalam kurungan.
Latifah (36) ibu kandung Moh. Efendi menceritakan, sejak masih bayi, Efendi tumbuh seperti bayi pada umumnya.
Namun, ketika usianya menginjak tiga tahun, Efendi tidak kunjung bisa berjalan dan tidak bisa bicara.
"Dia hanya merangkak kemana-mana, bicaranya tidak dimengerti karena tidak ada bahasa yang bisa diucapkan," ujar Latifa, warga Dusun Bringin, Desa Angsana, Kecamatan Palengaan, Pamekasan.
Sebagai anak ketiga, Efendi paling banyak mendapat penjagaan dari kedua orang tuanya.
Sebelum dikurung di dalam bekas kandang ayam, Efendi ditempatkan di dalam surau.
Namun, masih bisa keluar dan merangkak ke luar halaman rumah.
Ketika lepas dari pengawasan orang tuanya, banyak makanan yang tidak layak dimakan.
"Efendi pernah makan olahan dedak untuk pakan sapi.
Bahkan kulit buah siwalan, bunga, dedaunan juga dimakan. Makanya kami coba untuk dikurung," tambah Latifah.
Yang membulatkan tekad kedua orang tua Efendi untuk dikurung sampai sekarang, karena Efendi pernah hilang dari rumahnya saat kedua orang tuanya pergi bekerja di sawahnya sampai sore.
Efendi dicari sampai malam tiba. Bocah berkulit kuning langsat ini, ditemukan di pinggir sungai.
Beruntung di sungai itu tidak sedang banjir.
"Pernah juga kejadian, Efendi ditemukan di pinggir hutan di timur rumah," kata Hamzah.
Baik Hamzah ataupun Latifah, awalnya mengaku tidak tega mengurung anaknya.
Namun, mereka berpikir, dengan cara mengurung, lebih banyak dampak positifnya dibanding mudaratnya.
Hamzah dan Latifah mengaku bisa tenang mencari nafkah untuk membiayai hidup ketiga anaknya yang lain.
"Kalau bicara perasaan, perasaan kami iba dan kasihan.
Tapi bagaimana lagi, ini sudah nasib keluarga kami. Kami harus hidup, harus bekerja.
Kalau tidak bekerja, keluarga kami mau dapat dari mana biayanya," ungkap Hamzah.
Sumber : https://mataram.tribunnews.com/