Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin angkat bicara soal anggapan Din Syamsuddin yang menganggap tawaran untuk menjadi Wamendikbud kepada Sekum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti hal yang merendahkan Muhammadiyah. Ngabalin mempertanyakan hal tersebut.
"Apa, apa perspektifnya? Pertama harus dicek apa yang menjadi alasan Pak Din yang mengomentari seperti itu," ujar Ngabalin saat dihubungi, Kamis (24/12/2020).
Menurutnya, ucapan Din itu merupakan pernyataan sinis. Ngabalin merasa heran apa yang dilakukan pemerintah dianggap buruk oleh Din.
"Masa sih semua yang dilakukan pemerintah itu buruk di mata Pak Din, sementara Pak Din itu adalah figur yang memang selama ini dijadikan anak-anak muda Muhammadiyah, meskipun saya menghargai apa yang disampaikan beliau, tapi itu tidak mencerahkan generasi baru Muhammadiyah. Itu pernyataan yang sinis, segera lah move on," ucapnya.
Ngabalin kemudian menyinggung mengenai jabatan Utusan Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban yang pernah disandang oleh Din. Menurutnya, kala itu Din menerima jabatan tersebut meski pernah menjadi Ketua Umum MUI dan Ketua Umum PP Muhammadiyah.
"Pak Din itu kan Profesor, Bukan Provokator. Kenapa diksinya menggunakan diksi-diksi yang memprovokasi, nggak boleh begitu, itu nggak bagus bagi kalangan kader dan Muhammadiyin," katanya.
"Kan beliau mantan Ketua Muhammadiyah, mantan ketua MUI, profesor doktor kok tumben sekarang baru bicara malu, dulu waktu ditawari jadi Utusan Khusus Presiden kok tidak malu dan menerima," imbuh Ngabalin.
Sebelumnya, Din Syamsuddin menilai sikap Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti, yang menolak jabatan Wamendikbud, sudah tepat. Din mengatakan anggota Muhammadiyah memang tidak gila jabatan.
"Penolakan Prof Dr Abdul Mu'ti, MEd, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, untuk menjadi Wamendikbud adalah sikap yang tepat. Hal itu mencerminkan sikap seorang anggota Muhammadiyah sejati yang antara lain tidak gila jabatan, menolak jabatan yang tidak sesuai dengan kapasitas, dan jabatan yang merendahkan marwah organisasi," kata Din dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Kamis (24/12).
"Alasannya bahwa tidak berkemampuan mengemban amanat hanyalah sikap tawadu. Prof Abdul Mu'ti adalah guru besar dan pakar pendidikan yang mumpuni, wawasannya tentang pendidikan dan kemampuan memimpinnya sangat tinggi," sambung Din.
Din juga menilai tawaran jabatan Wamendikbud kepada Abdul Mu'ti seolah merendahkan Muhammadiyah. Din berbicara soal penempatan orang yang tepat di sebuah jabatan.
"Penunjukan Prof Dr Abdul Mu'ti, MEd, sebagai Wamendikbud bernada merendahkan organisasi Muhammadiyah yang besar, pelopor pendidikan, dan gerakan pendidikan nasional yang nyata. Seyogianya Presiden memiliki pengetahuan kesejarahan dan kebangsaan sehingga dapat menampilkan kebijaksanaan untuk menempatkan seseorang dan sebuah organisasi pada tempatnya yang tepat," ujar dia.
Mantan Ketum PP Muhammadiyah itu lantas bicara Muhammadiyah sebagai organisasi otonom. Menurut Din, Muhammadiyah siap mendukung pemerintah jika mengeluarkan kebijakan yang baik dan begitu pula sebaliknya.
"Bagi Muhammadiyah, memangku jabatan di pemerintahan bukanlah masalah besar (not a big deal), karena Muhammadiyah cukup mandiri dan otonom untuk menjadi mitra strategis dan kritis pemerintah, dalam suatu sikap proporsional: siap mendukung pemerintah jika baik dan benar, dan tak segan-segan mengkritik serta mengoreksi jika salah, menyimpang, atau menyeleweng," imbuh Din. [detik.com]