Selama lima belas tahun menjadi dosen, belum pernah sekalipun aku memperingatkan mahasiswa baik soal disiplin kehadiran, berpakaian ataupun ketertiban dalam mengikuti kegiatan perkuliahan. Setiap kali ada mahasiswa terlambat hadir di kelas, kuliah hanya mengenakan kaos atau sandal jepit, aku tidak pernah menganggapnya sebagai peristiwa yang istimewa. Aku selalu mengaca pada diriku sendiri saat jadi mahasiswa dulu, yang kurang lebih sama dengan mereka.
Hari ini, Senin 22 Maret 2010, adalah hari pertamaku masuk kelas Pembelajaran Bahasa Inggris. Ini pertama kalinya aku memegang matakuliah ini. Sejak pertama kali menjadi dosen, aku selalu menghidar untuk mengajarkan matakuliah bahasa asing. Tentu saja bukan karena aku tidak menguasainya, melainkan karena sedikit ego akademik.Orang-orang seperti aku biasanya merasa kurang respek, kurang bergengsilah bila mengajarkan mata kuliah bahasa. Kesannya kurang tertantang, seperti jadi guru sekolah/madrasah saja, bukan dosen.
Sejak perubahan formasi dosen, di mana aku ditempatkan di program sudi PGMI, aku tidak dapat menghindar lagi dari keharusan mengajarkan materi-materi kuliah semacam mata kuliah bahasa asing. Aku bahkan menyadari harus menyesuaikan diri dengan suasana akademik bagi para calon guru sekolah dasar atau Madrasah ibtida�iyah tersebut. Kesan angker dan intelek harus kusisihkan jauh-jauh dari suasana perkuliahan, dengan harapan mahasiswaku kelak juga akan terbiasa membangun suasana rileks dalam mengelola pembelajaran.
Setelah beberapa kesan santai kumulai, ada satu mahasiswa, sebut saja Fulan, yang kelihatan sama sekali tidak respek dengan kegiatan yang aku bangun. Bahkan saat yel kelas berulangkali dikumandangkan, dia sama sekali tidak merespon. Dia terus berbicara, bercanda dan mengganggu mahasiswa lain, tanpa mempedulikan apapun yang aku sampaikan.
Meski ini perkuliahan pembuka yang hanya menyampaikan hal-hal umum dan contoh-contoh kasus, aku mencoba membawa mahasiswa pada analisis sederhana mengenai beberapa model pembelajaran bahasa asing. Di antara yang aku kemukakan adalah contoh pembelajaran bahasa asing melalui lagu.
Ketika aku memberikan contoh lagu dan maknanya bagi pembelajaran bahasa Inggris di MI, aku bertanya pada mahasiswa mengenai nilai edukatif minimal dalam pembelajaran lagu. Mengingat saat bertanya si Fulan bercanda sangat keras, pertanyaan langsung kutujukan kepadanya. �Apa yang didapat siswa, mas?�
Kontan dia tergagap dan menjawab sekenanya, �A, pak� Sebuah jawaban ngawur dan melecehkan. Mungkin maunya membuat lelucon, tetapi dengan cara melecehkanku. Langsung saja aku katakan padanya, �Anda boleh keluar dari kelas saya kalau anda mau.... silakan..., bla� bla� bla��
Aku tak peduli apapun alasannya, yang jelas dia hanya merespon sekenanya dan mengada-ada. Akhirnya sekalian aku tegaskan, bahwa siapapun boleh tidak ikut di kelasku, bila tidak merasanya nyaman dengan perkuliahanku. Dia bisa mengambil kuliah pada dosen lain atau minta nilai C saja tanpa perlu kuliah.
Sejak pertama kali jadi dosen, ini pertama kalinya aku memperingatkan mahasiswa dengan nada sedikit tegas. Ini juga pertama kalinya ada mahasiswa yang meremehkan kelasku. Aku tak tahu apa yang mereka pikirkan dengan tindakanku. Aku sendiri tak nyaman harus melakukannya, karena pernah berfikir akan mengingatkan mahasiswa dengan cara ini.
Aku sama sekali tidak membencinya, meski terasa berbeda karena ini pertama kalinya aku memberi peringatan. Lagi pula sebenarnya sudah kwajibanku sebagai pengajar untuk mengingatkan mereka. Out of all, aku berharap dapat membangun suasana perkuliahan yang sedikit berbeda, rileks seperti mengajar sekolah dasar, agar kelak mereka juga dapat melakukan hal yang sama dan lebih efektif saat jadi guru sesungguhnya. Dan aku harap, ini yang terburuk yang pernah kulakukan pada mahasiswa saat kuliah di kelas.