Pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengembalikan fungsi dari Jaminan Hari Tua (JHT), yakni sebagai dana yang dipersiapkan agar pekerja di masa tuanya memiliki harta sebagai biaya hidup di masa sudah tidak produktif lagi.
Oleh karena itu, uang JHT sudah seharusnya diterima oleh buruh di usia pensiun, cacat total, atau meninggal dunia. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).
Hal itu setelah mempertimbangkan banyaknya program jaminan sosial diluncurkan pemerintah untuk para pekerja dalam menghadapi berbagai risiko, baik saat bekerja maupun saat sudah tidak bekerja. Seperti kecelakaan, sakit, meninggal dunia, PHK, hingga situasi usia yang sudah tidak produktif.
Adapun Jaminan jaminan sosial yang disiapkan pemerintah bagi pekerja/buruh tersebut yakin Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun, hingga yang terbaru Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Kepala Biro Humas Kemenaker Chairul Fadhly Harahap menyebutkan, JHT berasal dari akumulasi iuran wajib dan hasil pengembangannya.
"Program JHT merupakan program perlindungan untuk jangka panjang," kata Chairul dalam keterangan resmi seperti dikutip Minggu (13/2/2021).
Menurut dia, meskipun tujuannya untuk perlindungan di hari tua (yaitu memasuki masa pensiun), atau meninggal dunia, atau cacat total tetap. Namun, UU SJSN memberikan peluang bahwa dalam jangka waktu tertentu, bagi peserta yang membutuhkan, dapat mengajukan klaim sebagian dari manfaat JHT-nya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015, klaim terhadap sebagian manfaat JHT tersebut dapat dilakukan apabila Peserta telah mengikuti program JHT paling sedikit 10 tahun.
Adapun besaran sebagian manfaatnya yang dapat diambil yaitu 30 persen dari manfaat JHT untuk pemilikan rumah, atau 10 persen dari manfaat JHT untuk keperluan lainnya dalam rangka persiapan masa pensiun.
Dalam PP tersebut jelas Chairul, juga telah ditetapkan bahwa yang dimaksud masa pensiun tersebut adalah usia 56 tahun.
"Skema ini untuk memberikan pelindungan agar saat hari tuanya nanti pekerja masih mempunyai dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi kalau diambil semuanya dalam waktu tertentu, maka tujuan dari perlindungan tersebut tidak akan tercapai," ujarnya.
Atas dasar tersebut, Kemenaker menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Kemenaker juga menyebut, terbitnya Permenaker ini sudah melalui proses dialog dengan stakeholders ketenagakerjaan dan K/L terkait.
Dia menegaskan, Permenaker tersebut sudah melalui proses dialog dengan stakeholders ketenagakerjaan dan K/L terkait.
"Walaupun demikian, karena terjadi pro-kontra terhadap terbitnya Permenaker ini, maka dalam waktu dekat Menaker akan melakukan dialog dan sosialisasi dengan stakeholder, terutama para pimpinan SP/SB," sebut dia.[kompas.com]