Daftar 'Harta Karun' RI, Bikin Kaya, Ada yang Nomor 1 Dunia!

Republik Indonesia dianugerahi sumber daya alam (SDA) yang amat melimpah terutama di sektor pertambangan, energi, dan kekayaan alam di sektor pertanian.

Berbagai 'harta karun' yang dimiliki Indonesia nilainya bahkan mencapai ribuan triliun rupiah. Berbagai komoditas yang dimiliki Indonesia ini menjadi andalan ekspor.

Tak hanya batu bara, nikel dan lainnya, di sektor pertambangan saja ada 'harta karun' bernama Logam Tanah Jarang (LTJ) yang belum digarap.

Di sisi lain, dengan potensi kekayaan SDA ini, pemerintah pun terus mendorong hilirisasi komoditas tambang demi meningkatkan nilai tambah, sehingga 'harta karun' RI bisa terolah dengan maksimal. Titah hilirisasi komoditas tambang bahkan disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sebelumnya, Jokowi mengatakan hilirisasi di industri nikel yang sudah dianggap berhasil, akan berlanjut ke depannya yakni hilirisasi komoditas lain seperti bauksit, emas, tembaga, hingga minyak sawit mentah (CPO).

"Oleh sebab itu, tak hanya nikel saja, ke depan kita juga akan mulai untuk bauksitnya, mulai emasnya, tembaganya, hilirisasi sawitnya, sebanyak mungkin turunan-turunan dari bahan mentah itu bisa jadi minimal barang setengah jadi, syukur-syukur bisa jadi barang jadi," papar Jokowi, dalam satu kesempatan, Kamis (26/8/2021).

Berikut daftar 'harta karun' potensial yang bisa membuat RI kaya-raya, dilansir dari data Tim Riset CNBC Indonesia dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

1. Batu Bara

Data BP Statistical Review 2021 menyebut RI merupakan pemilik cadangan batu bara terbesar ketujuh di dunia mencapai 34,87 miliar ton, statusnya ini berlaku hingga akhir 2020.

Berdasarkan data Badan Geologi Kementerian ESDM, status per Juli 2020, jumlah sumber daya batu bara RI mencapai 148,7 miliar ton dan cadangan 39,56 miliar ton.

Produksi batu bara tahun ini ditargetkan 625 juta ton, sekitar seperempat dari produksi digunakan di dalam negeri, mayoritas untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), dan selebihnya diekspor.

Pemerintah kini mendorong hilirisasi batu bara, antara lain berupa gasifikasi batu bara yakni mengubah batu bara kalori rendah menjadi Dimethyl Ether (DME) untuk menggantikan LPG, lalu methanol, kokas, petrokimia, dan lainnya.

2. Nikel

Cadangan nikel RI menjadi yang terbesar di dunia. Data Kementerian ESDM 2020 dalam booklet bertajuk "Peluang Investasi Nikel Indonesia", menyebut cadangan logam nikel yang dimiliki RI sebesar 72 juta ton Ni (nikel).

Jumlah ini merupakan 52% dari total cadangan nikel dunia yang mencapai 139.419.000 ton Ni. Data tersebut merupakan hasil olahan data dari USGS Januari 2020 dan Badan Geologi 2019.

Sementara untuk bijih nikel, berdasarkan data Kementerian ESDM tahun 2020, total sumber daya bijih nikel mencapai 8,26 miliar ton dengan kadar 1%-2,5%, di mana kadar kurang dari 1,7% sebesar 4,33 miliar ton, dan kadar lebih dari 1,7% sebesar 3,93 miliar ton.

Adapun cadangan bijih nikel mencapai 3,65 miliar ton untuk kadar 1%-2,5%, di mana cadangan bijih nikel dengan kadar kurang dari 1,7% sebanyak 1,89 miliar ton dan bijih nikel dengan kadar di atas 1,7% sebesar 1,76 miliar ton.

Nikel memiliki banyak kegunaan mulai dari bahan baku pembuatan baterai untuk kendaraan listrik hingga bahan baku kendaraan listrik itu sendiri, sehingga RI menjadi incaran asing karena kekayaan sumber daya alam nikel ini.

Nilai tambahnya pun tidak perlu diragukan lagi. Berdasarkan pemaparan Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri Sektor ESDM Agus Tjahajana pada webinar awal bulan ini, pengolahan bijih nikel kadar rendah (limonit) menjadi nikel sulfat, maka nilai tambahnya menjadi 11,4 kali.

Kemudian, bila diproses lebih lanjut ke precursor, maka nilai tambahnya menjadi 19,4 kali. Jika diproses lagi menjadi katoda, maka nilai tambahnya menjadi 37,5 kali dan saat diproses menjadi produk yang paling hilir berupa sel baterai, maka nilai tambahnya menjadi 67,7 kali.

Sementara bijih nikel kadar tinggi (saprolit), setelah diproses menjadi feronikel, maka nilai tambahnya menjadi 4,1 kali. Lalu jika diproses lagi menjadi nikel sulfat, maka nilai tambahnya menjadi 5,7 kali.

Selanjutnya, jika diproses menjadi precursor, maka nilai tambahnya menjadi 9,6 kali, diproses lebih hilir lagi menjadi katoda nilai tambahnya menjadi 18,6 kali, dan terakhir saat menjadi produk cell (sel baterai), maka nilai tambahnya menjadi 33,6 kali.

3. Tembaga

Berbeda dengan nikel yang menduduki peringkat pertama dunia, 'harta karun' tembaga RI menduduki peringkat ketujuh terbesar di dunia.

Berdasarkan data Kementerian ESDM mengolah data USGS 2020, Indonesia memiliki cadangan logam tembaga (Cu) sebesar 28 juta ton atau menguasai 3% dari total cadangan dunia yang mencapai 871 juta ton Cu.

Sementara data Badan Geologi Kementerian ESDM 2020, total cadangan bijih tembaga Indonesia mencapai 2,63 miliar ton dan sumber daya sebesar 15,08 miliar ton. Adapun produksi bijih tembaga sebesar 100 juta ton per tahun.

Dengan asumsi produksi sebesar 100 juta ton per tahun, cadangan bijih tembaga RI bisa mencapai 25 tahun atau hingga 2045. Namun ini bisa meningkat ketika eksplorasi terus dilanjutkan, sehingga jumlah cadangan terbukti semakin bertambah.

Tembaga memiliki peran yang besar dalam pembuatan komponen baterai hingga mobil listrik. Data Asosiasi Tembaga Dunia atau International Copper Association menyebut kebutuhan tembaga dunia untuk kendaraan listrik diperkirakan akan melonjak hingga 1,74 juta ton pada 2027 dari 185 ribu ton pada 2017.

Lonjakan kebutuhan tembaga dunia ini tak lain karena perkiraan meningkatnya pemanfaatan kendaraan listrik menjadi 27 juta unit kendaraan listrik pada 2027, naik dari 3 juta unit pada 2017.

Selain itu, setiap unit peralatan pengisi daya (charger) kendaraan listrik ini juga akan meningkatkan kebutuhan tembaga sekitar 0,7 kg atau 8 kg untuk fast chargers.

4. Timah
Data Peluang Investasi Timah Indonesia 2020 menyebut cadangan timah Indonesia menjadi yang terbesar ke-2 di dunia, yakni 17% dari total cadangan timah dunia, setelah China yang menguasai 23% cadangan timah dunia.

Setelah Indonesia, ada Brazil yang menguasai 15% cadangan timah dunia, lalu Australia 9%, dan Bolivia 8% dari cadangan timah dunia.

Total cadangan timah dunia pada awal 2020 tercatat sebesar 4,74 juta ton logam timah, di mana Indonesia tercatat sebesar 800 ribu ton logam.

Dari sisi sumber daya, timah RI tercatat mencapai sekitar 2,88 juta ton logam dan 10,78 miliar ton bijih timah. Tidak hanya menguasai cadangan terbesar kedua di dunia, Indonesia juga merupakan produsen timah terbesar kedua yakni 22%, setelah China yang mencapai 47% dari produksi dunia.

5. Logam Tanah Jarang (LTJ)

RI punya 'harta karun' super langka bernama logam tanah jarang (LTJ) atau rare earth element. Sayangnya, Indonesia belum menggarapnya, baik eksplorasi maupun eksploitasi logam tanah jarang ini. Padahal, dunia berlomba-lomba mencari komoditas ini karena manfaatnya yang luar biasa di era modern saat ini.

Logam tanah jarang merupakan bahan baku peralatan berteknologi canggih, mulai dari baterai, telepon seluler, komputer, industri elektronika hingga pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/ Angin (PLTB).

Selain itu, bisa juga untuk bahan baku kendaraan listrik hingga industri pertahanan atau peralatan militer.

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Eko Budi Lelono mengatakan, di Indonesia ada tiga potensi mineral yang mengandung logam tanah jarang, di antaranya dari pertambangan timah dan sudah dikonfirmasi keberadaannya. Lalu, dari tambang bauksit dan ketiga dari nikel scandium.

Dia menjabarkan, di Tapanuli, Sumatera Utara terdapat sumber daya LTJ sebesar 20.000 ton. Lalu, di Bangka Belitung ada mineral monasit yang mengandung logam tanah jarang, dan monasit ini dijumpai bersama endapan timah dengan sumber daya sekitar 186.000 ton.

6. Bauksit
'Harta karun' lain yang dimiliki RI adalah bauksit. Cadangan bauksit RI cukup besar, bahkan bisa masuk ke dalam peringkat keenam terbesar dunia untuk pemilik cadangan bauksit.

Berdasarkan data Booklet Bauksit 2020 Kementerian ESDM, mengolah data USGS Januari 2020, jumlah cadangan bauksit Indonesia mencapai 1,2 miliar ton atau 4% dari cadangan bijih bauksit dunia yang sebesar 30,39 miliar ton. 

Pemilik cadangan bijih bauksit terbesar di dunia yaitu Guinea mencapai 24%, lalu Australia menguasai 20%, Vietnam 12%, Brazil 9%, dan kemudian di peringkat kelima ada Jamaika 7%.

Data Kementerian ESDM menyebut jumlah sumber daya bijih terukur bauksit Indonesia mencapai 1,7 miliar ton dan logam bauksit 640 juta ton, sementara cadangan terbukti untuk bijih bauksit 821 juta ton dan logam bauksit 299 juta ton.

"Indonesia memiliki cadangan bauksit nomor 6 terbesar di dunia, artinya Indonesia berperan penting dalam penyediaan bahan baku bauksit dunia," tulis Booklet Bauksit 2020 tersebut.

Namun demikian, besarnya "harta karun" bauksit itu belum dimanfaatkan dengan optimal. Bahkan, RI masih mengimpor logam aluminium sebanyak 748 ribu ton setiap tahunnya.

Padahal, negeri ini tidak perlu mengimpor aluminium bila dibangun industri pengolahan (smelter) bauksit menjadi alumina hingga aluminium.

Alumina merupakan produk olahan dari smelter bauksit. Alumina ini merupakan bahan baku yang bisa diolah lagi menjadi aluminium. Aluminium ini memiliki manfaat dan nilai tambah besar, bisa digunakan untuk bahan baku bangunan dan konstruksi, peralatan mesin, transportasi, kelistrikan, kemasan, barang tahan lama, dan lainnya.

Bila Indonesia memiliki industri aluminium terintegrasi dari hulu atau tambang bauksit, lalu smelter alumina, dan smelter aluminium, maka bukan tak mungkin target penerimaan negara Rp 1.000 triliun dari sektor industri pertambangan bisa terwujud.

Adapun kebutuhan impor logam aluminium sebesar 748 ribu ton per tahun itu untuk memenuhi kebutuhan logam aluminium nasional yang diperkirakan mencapai sebesar 1 juta ton, sebagaimana data pada 2020.

7. Sawit dan Komoditas Lainnya

Sawit menjadi komoditas dengan nilai ekspor terbesar untuk komoditas non migas. Pada Juli 2021, ekspor sawit sebesar US$ 2,8 miliar. Selain sawit ada karet, kopi, teh, tebu, tembakau, dan kakao yang jadi andalan ekspor Indonesia.

Komoditas perkebunan itu ditanam di lahan jutaan hektar dan bisa menghasilkan jutaan ton per tahun sehingga dapat menghasilkan devisa bagi negara.

Saat ini, sawit jadi komoditas yang diperkirakan memiliki produksi terbesar dengan 49 juta ton pada tahun 2021. Sawit ditanam di area seluas 15 juta ha dengan produktivitas 3.9 ribu kg/ha.

Jika mengacu pada harga CPO MYR 4.382/ton, maka kira-kira nilai potensi maksimal produksi CPO Indonesia tahun 2021 sebesar MYR 287,52 miliar dari potensi produksi maksimal 65,6 juta ton. Jika dirupiahkan mencapai Rp 982 triliun (kurs Rp 3.416,57).

Dalam jangka menengah Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), dalam rencana strategis EBTKE, memperkirakan kontribusi bioenergi akan mencapai 32.654 MWe (Megawatt Electrical) pada 2024.

Setelah sawit urutan kedua diduduki oleh karet dengan perkiraan produksi tahun 2021 sebesar 3 juta ton dan ditanam di lahan yang diperkirakan seluas 3,7 juta ha.

Jika mengacu pada harga karet Pasar Osaka JPY 207.6/kg, maka kira-kira nilai produksi karet pada tahun 2021 sebesar JPY 587.87 miliar. Jika dirupiahkan mencapai Rp 75 triliun (kurs Rp 128.45).

Peluang karet menjanjikan karena bahan baku karet sintetis semakin terbatas. Sehingga kebutuhan karet alam semakin meningkat. Karet alam Indonesia memiliki spesifikasi teknis yang dibutuhkan oleh industri ban dan berbagai jenis industri berasal karet lainnya.

Selanjutnya adalah tebu sebagai bahan baku pembuatan gula diperkirakan memiliki produksi terbesar ketiga pada tahun 2021 dengan total produksi 2,4 juta ton. Luas lahan tanam tebu sebesar 443 ha.

Kopi jadi komoditas yang memiliki lahan tanam terbesar ketiga dengan luas lahan pada tahun 2021 diperkirakan mencapai 1,3 juta ha. Produksi kopi pada tahun 2021 diperkirakan akan mencapai 765 ribu ton pada tahun 2021.

RI menduduki peringkat keempat negara penghasil biji kopi terbesar di dunia setelah Brazil, Vietnam, dan Kolombia. Kopi memiliki potensi yang baik dari dalam negeri maupun ekspor karena penikmat kopi pun terus bertumbuh dan industri coffee shop juga mampu bertahan.[cnbcindonesia.com]