IDI Respons Moeldoko: Jangan Tuduh RS Perkaya Diri Kala Covid

 

IDI Respons Moeldoko: Jangan Tuduh RS Perkaya Diri Kala Covid

IDI Respons Moeldoko: Jangan Tuduh RS Perkaya Diri Kala Covid

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng Faqih mengatakan rumah sakit sedang mengalami masa sulit bertarung dengan pandemi virus corona Covid-19, sehingga jangan dituduh bahwa RS memperkaya diri dari pasien Covid-19.

Pernyataan tersebut merupakan respons dari tudingan Kepala Staf Presiden Moeldoko yang mengatakan banyak rumah sakit mencari keuntungan dari kematian pasien Covid-19, salah satunya dengan memaksa pasien mengaku kena corona.

Menurut Daeng, rumah sakit saat ini justru kesulitan beroperasional karena banyak klaim pembayaran pasien Covid-19 yang belum dibayarkan oleh Kementerian Kesehatan. Padahal, pasien non Covid-19 juga menurun, sehingga biaya operasional juga ikut berkurang.

"Jangan menuduh RS memperkaya diri, sekarang ambruk semua itu rumah sakit, karena kita fokus membantu saudara kita yang kena Covid, kedua pasien lain enggak berani ke RS. Ini harus klir masalahnya, kasihan RS, klaim masih belum dibayar, pasien yang lain turun, beban pelayanan untuk Covid luar biasa. Jadi kelimpungan RS ini," kata Daeng saat dihubungi melalui telepon, Minggu (4/10).

Ia justru mempertanyakan bagaimana mekanisme pemalsuan data pasien Covid-19 yang dimaksud Moeldoko. Sebab sangat sulit untuk memalsukan data pasien Covid-19 karena harus dibuktikan dengan hasil pemeriksaan laboratorium.

Ditambah lagi, rumah sakit mengikuti petunjuk teknis (juknis) pembayaran klaim pasien Covid-19 yang diatur oleh Kemenkes.

Pedoman tersebut diatur dalam Kepmenkes Nomor HK.01.07/MENKES/446/2020 tentang juknis klaim penggantian biaya pelayanan pasien penyakit infeksi emerging tertentu bagi RS yang menyelenggarakan pelayanan Covid-19.  

Dalam juknis tersebut juga dijelaskan bahwa hanya biaya perawatan Covid-19 yang ditanggung oleh pemerintah meski pasien tersebut merupakan komorbid, komplikasi, atau co-insidens.

Sementara biaya perawatan untuk merawat gejala komorbid, komplikasi, dan co-insindens di luar pembiayaan Covid-19. Tanggungan biaya ini bisa dibayarkan oleh asuransi kepesertaan pasien atau dibayarkan mandiri oleh keluarga.

Daeng mengatakan, amat sulit meng-Covid-kan pasien agar klaim bisa cair. Pertama, pasien positif atau negatif harus dibuktikan dengan hasil laboratorium, lalu ada verifikator dari BPJS di rumah sakit yang memberikan keputusan terkait persetujuan klaim.

"Sudah pasti verifikator sangat ketat, makanya sampai sekarang klaim terbayar itu sangat kecil, kalau ada RS yang mempositifkan pasien, saya juga sebenarnya agak meraba-raba bagaimana caranya, karena RS kan pakai pedoman Kemenkes dalam melakukan pemeriksaan," kata Daeng.

Meski demikian, Daeng menegaskan jika ditemukan oknum yang sengaja meng-Covid-kan pasien demi keuntungan pribadi, maka PB IDI mendukung oknum tersebut ditindak secara hukum. 

"Intinya kalau ada oknum, ya ayo kita tindak secara hukum, kita selesaikan. Tapi sejauh ini RS melakukan pemeriksaan, merawat, itu pakai pedoman yang dikeluarkan kemenkes," ujarnya.

Tenaga Kesehatan Diminta Fokus

Sementara itu, Sekjen Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indoensia (ARSSI) Iing Ichsan Hanafi juga merespon tudingan bahwa rumah sakit dan tenaga medis mencari untung saat pandemi Covid-19. Menurutnya rumah sakit selama ini telah mengikuti pedoman dari Kemenkes terkait klaim pasien Covid-19.

Hanafi juga kembali mengimbau agar rumah sakit selalu fokus pada pelayanan dan penanganan pasien selama masa pandemi Covid-19 sesuai dengan Kepmenkes Nomor HK.01/07/MENKES/446/2020 tentang petunjuk teknis klaim penggantian biaya pelayanan pasien bagi RS yang memiliki pelayanan Covid-19.

"Asosiasi menjamin bahwa semua anggotanya senantiasa berusaha keras dengan sekuat tenaga dan ridho-Nya, untuk memberikan pelayanan yang terbaik," ujarnya



Sumber : cnnindonesia.com