Informasiguru_Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim telah memilih 19 aplikasi untuk digunakan menggunakan kuota internet gratis atau kuota belajar. Namun ternyata lima dari belasan perangkat lunak dianggap mencurigakan.
Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Fahriza Marta Tanjung mengatakan temuan ini didapat setelah pihaknya melakukan penelusuran terhadap 19 aplikasi itu.
Ia menganggap mencurigakan karena jumlah unduhan baru sedikit, sudah tidak ada pembaruan, hingga perangkat lunak yang baru dibuat.
"Ada beberapa aplikasi yang patut diragukan kapasitasnya," ujar Fahriza dalam Rilis Survei Bantuan Kuota Internet dan Dukung Penyederhaan Kurikulum 2013 secara virtual yang digelar secara virtual, Minggu (27/9/2020).
Aplikasi pertama yang dicurigai bernama Aminin yang dipakai untuk belajar agama islam.
Ia menjelaskan, begitu diperiksa lewat Google Playstore per tanggal 26 September 2020, aplikasi itu baru diunduh sebanyak 1.000 kali.
Selanjutnya yang dicurigai adalah aplikasi bernama AyoBelajar. Perangkat lunak ini ternyata baru diunduh sebanyak 5.000 kali.
"Lalu, (aplikasi) Birru ini tidak jelas ya, baru 100 kali di-download, artinya ketika penentuan aplikasi ini menjadi aplikasi yang ada dalam kuota belajar, aplikasi ini baru dibangun, patut dipertanyakan kenapa aplikasi yang baru dibangun itu bisa masuk dalam kuota belajar," katanya.
Keempat adalah Eduka. Meski sudah diunduh sebanyak 1.000 kali, ternyata aplikasi untuk ujian bagi siswa ini ternyata diperbarui pada 29 Oktober 2019 lalu.
"Ganeca Digital juga begitu yang hanya di-download 1.000 kali. Dari 19 aplikasi yang ada itu, kami melihat ada beberapa aplikasi yang kapasitas dan kredibilitasnya patut diragukan, ini kan berpotensi sia-sia jika aplikasi ini dimasukkan dalam kuota belajar," tuturnya.
Selain kelima aplikasi itu, sisanya dianggap sudah wajar menjadi pilihan Nadiem. Sebab beberapa perangkat lunak sudah familiar di mata masyarakat karena jumlah unduhannya sudah banyak.
Contohnya seperti Kipin School 4.0 sebesar 100 ribu download, kemudian Quipper yang berjumlah 1 juta. Lalu, ada juga Udemy yang diunduh lebih dari 10 juta kali dan Zenius 1 juta kali.
"Yang lain itu sudah banyak di-download dan itu wajar masuk digunakan dalam aplikasi kuota belajar," katanya.
Namun ia juga mempertanyakan karena ada beberapa aplikasi yang seharusnya masuk kategori malah tidak terpilih. Padahal perangkat lunak itu sudah teruji.
"Kami juga menulusuri dan membandingkan, Kelas Pintar sudah 1 juta kali di download, ini sudah masuk aplikasi pembelajaran Kemendikbud, tapi pada kuota belajar tidak dimasukkan. Lalu brainly juga, kenapa ngga dimasukkan," pungkasnya.
Sumber : Suara.com
Demikian informasi ini semoga bermanfaat, silahkan simak informasi lainnya dibawah ini.