Sajak Sang Pengembara: Kepada Ibunda
Miftahul Abrori
Tak usah kau hiraukan, ke mana kaki kupijakkan
Ketika aku mengembara di bumi yang mulai retak
Memanggul pena, memetakan nasib di kertas putih
Berburu takdir yang tak bisa diterka
Maka...
Jika tak kau dapati baktiku padamu
Jangan sesali bulir peluh yang mengucur di nadiku
Jangan sesali air susu yang mengalir di darahku
Selama langkahku tak membuyarkan warna pelangi
Biarkan aku mengembara, di bumi yang mulai retak
Tak peduli jejak kaki tinggalkan cerca
Ucap jiwa sisakan kesah
Kutahu doamu selalu membimbingku
Di perantauan aku tak bisa tenang hidup tanpa cintamu
Aku butuh nasihatmu karena perjalananku
Tak sesederhana air yang mengalir
Tak seberuntung peristiwa kebetulan
Aku tak ingin seperti layang-layang
Menyerah saja dipermainkan angin
Ada cita yang harus dicari
Ada suara yang harus dikabarkan
Surga itu masih di telapakmu
Restu Tuhan berada di genggamanmu
Dan saat aku mengembara, di bumi yang mulai retak
Aku sadar, aku tak bisa berbakti
Mungkin tak sekarang
Entah kapan, aku pun sungkan berjanji
Solo, Desember 2008
Catatan: Puisi pernah dipublikasikan di Suara Merdeka, 21 Desember 2008