Selamat pagi, mengawali pagi hari ini mudah-mudahan masih tetap semangat dalam menghadapi semua pekerjaan yang harus diselesaikan.
Rekan honorer di manapun anda berada, kabar dari senayan bahwa Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan Komisi II menggelar RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum) terkait persoalan jumlah tenaga honorer yang sudah terlalu banyak.
Kemudian Ahmad Doli Kurnia berpendapat bahwa 'gemuknya' jumlah tenaga honorer ditambah kriteria usia maksimal dalam persyaratan seleksi CPNS menyebabkan persoalan di hilir birokrasi semakin rumit. karena memang maksimal perekrutan CPNS yaitu umur maksimal 35 tahun.
"Ini kan masalah memang agak complicated ya. Jumlahnya sudah terlalu banyak, mereka juga sudah umurnya kalau diikutkan seleksi juga sudah tidak memenuhi syarat, karena syaratnya kan maksimal 35 tahun," ujar Doli di Jakarta, Senin (17/2).
Oleh karena itu, DPR RI harus segera merumuskan solusi bagaimana mengikutsertakan honorer yang sudah tidak memenuhi kriteria usia maksimal dalam Seleksi ASN mendatang. Solusi itu pun dibahas dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Komisi II DPR RI hari Senin (17/2) kemarin
Sekadar diketahui RDPU Komisi II DPR RI tersebut mengundang tiga orang profesor untuk memperdalam materi antara lain: Guru Besar IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri) Djohermansyah Djohan, Guru Besar Ilmu Administrasi Publik UGM (Universitas Gajah Mada) Miftah Thoha, dan Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia (UI) Eko Prasojo.
Narasumber tersebut ikut memaparkan sejumlah pandangannya terkait usulan solusi yang bisa menyelesaikan persoalan itu. Doli mengatakan ada usulan memakai standar kompetensi honorer. Namun ada yang berpendapat, kalau memakai standar kompetensi masih terlalu sulit untuk dipenuhi tenaga honorer.
"Kalau kita ikutkan dia (tenaga honorer) berdasarkan kompetensi mungkin agak sulit karena standarisasinya sudah terlalu tinggi. Yang sederhana saja misalnya soal umur, mereka sudah enggak lolos begitu," ujar Doli.
Ia juga menyebut ada usulan lain yaitu memakai standar berbasis kinerja sebagai syarat mengikutsertakan honorer dalam seleksi Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Nanti mungkin bisa dinilai kinerjanya," ucap Doli.
Tetapi, standar kinerja pun memerlukan dukungan juga dari pemerintah terutama Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk melakukan pemetaan. "Berapa kita butuhkan sebagai tenaga guru di pedesaan, tenaga kesehatan di Puskesmas, segala macam begitu. Nah, Ketika kita sudah mempunyai pemetaan kebutuhan seperti itu, bisa kita lihat dari 439.000 tenaga honorer yang statusnya belum jelas, bisa kita seleksi berbasis kinerja mereka," kata Doli.
Kemudian jika memang kinerja terbukti bagus, maka honorer tersebut bisa di-ASN-kan untuk kemudian didistribusikan ke tempat-tempat yang masih membutuhkan.
Demikian informasi yang disampaikan, semoga dapat bermanfaat untuk semua pembaca. Paling tidak kita berharap semua yang tengah dilakukan oleh Komisi II DPR RI untuk penyelesaian tenaga honorer mudah-mudahan menemui titik terang, dan menghasilkan kesimpulan yang membahagiakan tentunya. Selamat beraktifitas kembali semoga lancar selalu.
---------------------------------
Sumber:
republika.co.id
Senin 17 Feb 2020 20:37 WIB