5 Sifat Pendorong Keberhasilan Tokoh Teknologi Dunia

5 Sifat Pendorong Keberhasilan Tokoh Teknologi Dunia.


SilahkanSHARE.com | Sebuah studi yang dimuat dalam Jurnal National Bureau of Economic Research mengungkapkan, tidak semua perilaku yang dianggap �buruk� seperti suka memberontak atau malas belajar itu mengindikasikan ketidakberhasilan usaha di kemudian hari.

Ya, kecerdasan dan kepercayaan diri menjadi modal utama. Akan tetapi, perlu diingat tingkat pendidikan yang tinggi tidak selalu menjamin masa depan yang cemerlang. Tidak sedikit pengusaha di perusahaan teknologi terbukti sukses meski tidak menyelesaikan bangku sekolahnya.

�Orang-orang yang menjadi pengusaha sukses cenderung memiliki kombinasi unik antara aspek kognitif (kecerdasan) dan non-kognitif,� jelas salah seorang peneliti sekaligus penulis makalah Ross Levine.

Menurutnya, pintar saja tidak cukup, mereka yang memiliki sifat pemberontak lebih mungkin untuk melanggar aturan, mendapatkan kesulitan, dan berani untuk mengambil risiko.

Berikut ini lima tanda-tanda bahwa anak bisa menjadi pengusaha sukses di kemudian hari, seperti dilansir dari Huffington Post dan okezone.com:

#1. Berani Mengambil Risiko


Penelitian menunjukkan, pengusaha yang berhasil dalam meluncurkan bisnis yang didirikannya besar kemungkinan dulunya pernah terlibat dalam kegiatan penuh �berisiko�. Contohnya, Bill Gates yang pernah menjadi bahan ejekan teman-temannya kala ia memiliki ambisi kuat untuk menekuni program komputer.

Namun, Gates muda tidak mempedulikannya. Ia bahkan rela meninggalkan bangku kuliahnya di Harvard University, Amerika Serikat (AS) untuk bisa lebih fokus. Gates juga kala itu dianggap gila ketika mengatakan, �Komputer akan ada di setiap meja dan rumah Anda nantinya.�

#2. Pendidikan Tinggi Bukan Jaminan


Anak-anak yang putus sekolah tidak selalu kehilangan harapan untuk sukses di masa mendatang. Sebanyak 54 persen dari kelompok kewirausahaan yang diamati oleh tim peneliti, ternyata bisa menjalani usahanya dengan sukses meski tanpa gelar akademis menyertainya. Contoh nyata lainnya adalah Mark Zuckerberg yang diketahui pernah di-drop out (DO) dari Harvard University di AS pada tahun keduanya untuk memulai usahanya mengembangkan Facebook.

#3. Tidak Malu Bekerja untuk Orang Lain


Hanya karena bekerja di sebuah perusahaan dengan upah yang rendah, bukan berarti seseorang tidak akan memiliki peluang untuk sukses di bidang wirausaha yang ditekuninya kelak. Para peneliti menemukan bahwa sebesar 90 persen pengusaha mengawali karirnya dengan bekerja untuk orang lain dengan upah yang kecil.

Misalnya saja, Michael Bloomberg yang merupakan pendiri Bloomberg L.P. Sekedar tambahan informasi dari Wikipedia, kini dirinya sudah menjadi seorang multi-miliarder dan wali kota di New York City sejak 2002. Ia diketahui memulai perjalanan karirnya bekerja di Salomon Brothers dengan upah sebesar sembilan dollar Amerika per tahun, sebelum akhirnya mendirikan perusahaan layanan perangkat lunak finansial pada 1981.

#4. Cerdas


Penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan tidak selalu dikaitkan dengan nilai akademik semata, tetapi aspek non-akademik yang lebih luas lagi tak ayal membentuk pribadi seseorang. Lihat saja, Paul Allen. Pendiri Microsoft ini diketahui mendapatkan skor SAT dengan sempurna yakni 1600 poin. Ia sempat menekuni pendidikan di Washington State University tetapi dikeluarkan pada tahun keduanya untuk bekerja sebagai programmer di Honeywell, Boston, AS yang menempatkan dirinya dekat dengan teman lamanya yakni Bill Gates.

#5. Percaya Diri atau Pede


Kepercayaan diri sangat penting untuk membangun kesuksesan di masa depan. Tak percaya, coba saja tengok Steve Jobs. Chief Executive Officer (CEO) Apple ini banyak menghabiskan waktunya bersama Ayahnya di garasi rumah. Kala itu sang Ayah kerap menunjukkan Steve bagaimana cara membongkar dan membangun kembali berbagai perangkat elektronik, seperti radio dan televisi.

Karena terbiasa, maka hal itu memberinya �kepercayaan diri yang luar biasa� pada diri Jobs. Sejak itu ia tertarik untuk mengembangkan hobi mengutak-atik elektronik yang kemudian mendorongnya untuk menciptakan inovasi teknologi yang lebih kompleks.