
Pada akhir abad ke-18, Kota Malang dipilih meneer en mevrouv alias tuan dan nyonya Belanda menjadi tempat peristirahatan (Koen dkk, 2001:45). Malang merupakan kota yang dekat dengan perkebunan di daerah sekitarnya. Kota Malang selain teratur juga cantik dan berpanorama indah disetiap sudut kotanya. Keindahan malang tidak hanya milik masa lalu, sekarang pun Malang menjadi kota yang Indah. Pada tahun 1940, Malang mengalami puncak kindahannya. Hal itu terjadi karena Malang menjadi kota yang tertata rapi dan mempunyai banyak taman. Kota Malang adalah salah satu dari sekian banyak kota yang direnca-nakan pembangunannya oleh Pemerintah Kolonial Belanda.
Taman terbesar dan terindah yang ada di Malang pada saat itu terletak di pusat kota, berbentuk bundar dan diapit oleh Balai Kota dan Sekolah HBS/HMS. Taman yang dimaksud adalah Alun-alun Bunder. Alun-alun Bunder menjadi kebanggaan bagi warga Malang. Tidak hanya warga Malang yang merasa bangga, orang Belanda pun menganggap Alun-alun Bunder ini tempat yang indah. Orang belanda menamakan Alun-alun Bunder ini Jan Pieterzoen Coenplein, nama Gubernur Jenderal yang pernah menjabat pada zaman VOC (Widodo, 2006:208).
Kawasan alun-alun bunder merupakan kawasan yang memang dipersiapkan untuk menjadi pusat pemerintahan Belanda yang jauh dari kaum pribumi. Kawasan ini terdiri dari taman terbuka berbentuk bundar dan bangunan penting di sekitarnya. Bangunan seperti halnya kota selalu tumbuh dan berkembang sepanjang waktu. Bangunan yang dibangun pada masa lampau, sekarang bisa berwujud sebagai monumen. Seperti diketahui, bahwa monumen bisa bersifat mendorong (propelling), atau menghambat (pathological) dinamika kota (Handinoto, 1996:26). Begitu pula kawasan alun-alun bunder, dalam perkembangannya telah berubah dari kawasan khusus masyarakat Belanda menjadi tugu kemerdekaan dan simbol Kota Malang.